Kamis, 02 Mei 2013

tauhid hanya kepada Allah


Segala puji hanya milik Allah, Hakim yang seadil-adilnya yang telah menurunkan Al-Kitab dan Neraca [keadilan] supaya manusia dapat melaksakan keadilan, dan Dia telah menjadikan keadilan yang dengannya langit dan bumi berdiri, terkhusus ada pada syari’at-Nya, dan selain syari’at-Nya adalah aniaya, kedzaliman dan kesesatan sebagaimana firman-Nya subhanahu wa ta’ala :

“Maka (Zat yang demikian) Itulah Allah Tuhan kamu yang Sebenarnya; Maka tidak ada sesudah kebenaran itu, melainkan kesesatan. Maka bagaimanakah kamu dipalingkan (dari kebenaran)?”. [QS.Yunus: 32]

Shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada penutup para Nabi dan Rasul yang bersabda dalam hadist shahih : “dua qadhi [hakim] di neraka dan satu qadhi di surga”. Adapun qadhi yang di surga maka ia adalah yang mengetahui al-haq [kebenaran] dan dia memutuskan dengannya, sedangkan al-haq itu tidak ada kecuali dalam ajaran Allah Ta’ala.

Ini adalah lembaran-lembaran yang saya ingin menulisnya dalam rangka menjelaskan al-haq dan dalam rangka pelepasan langsung tanggung jawab di hadapan Allah serta peringatan bagi orang yang melampaui batasan-batasan-Nya. Kami berikan kepada hakim, mahkamah keamanan negara [hafidh amin] dan para pembantunya, dan kepada setiap hakim dimana saja yang memutuskan dalam bingkai-bingkai undang-undang buatan yang menentang ajaran Allah Ta’ala ini. Maksud kami di dalamnya bukanlah membela diri kami, karena Allah cukuplah bagi kami, Dia-lah pelindung kami, Dia-lah sebaik-baik pelindung, penolong dan penjaga, Allah Ta’ala berfirman:

“Sesungguhnya Allah membela orang-orang yang Telah beriman. Sesungguhnya Allah tidak menyukai tiap-tiap orang yang berkhianat lagi mengingkari nikmat.” [QS. Al-Hajj: 38]

Dan maksud kami juga bukanlah membela syari’at Allah dan agama-Nya, karena kalimat Allah itulah yang tinggi selamanya, sedangkan al-haq adalah ada di atas dan tidak ada yang lebih tinggi darinya, dan Rasulullah ShalAllahu ‘alaihi wasallam juga telah meninggalkan kita di atas jalan yang terang, malamnya bagaikan siang hari, tidak ada yang menyimpang darinya kecuali orang yang binasa. Akan tetapi maksud kami dari hal itu adalah sebagaimana apa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala firmankan:

“Dan (Ingatlah) ketika suatu umat di antara mereka berkata: "Mengapa kamu menasehati kaum yang Allah akan membinasakan mereka atau mengazab mereka dengan azab yang amat keras?" mereka menjawab: "Agar kami mempunyai alasan (pelepas tanggung jawab) kepada Tuhanmu, dan supaya mereka bertakwa.” [QS. Al-‘Araf: 164]

Ketahuilah wahai para hakim… bahwa hal itu yang paling pertama, paling penting, serta paling agung yang Allah fardhukan atas semua hamba untuk mempelajarinya dan mengamalkannya sebelum shalat, shaum, zakat, haji dan ibadah-ibadah lainnya adalah Tauhid, yaitu beribadah kepada Allah Ta’ala saja.

Allah Subhanahu wa Ta’ala  berfirman:

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” [QS.Adz-Dzariyyat: 56]

Para Ahli Tafsir berkata : “Yaitu supaya mereka beribadah kepada-Ku saja, atau supaya mereka men-Tauhidkan –Ku dengan ibadah”. Dan inilah makna Tauhid Laa ilaaha illallooh, dan inilah tujuan terbesar dan sasaran tertinggi serta Al-‘Urwah al-wutsqa’  [ikatan yang paling kokoh] yang karenanya Allah mengutus semu Rasul-Rasul-Nya, dan menurunkan karenanya kitab-kitab-Nya, Allah Ta’ala berfirman:

“Dan kami tidak mengutus seorang Rasulpun sebelum kamu melainkan kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan aku, Maka sembahlah olehmu sekalian akan aku.”  [QS.Al-Anbiyaa’: 25]

Dan Allah ‘Azza wa Jalla telah menjelaskan serta menerangkan kalimat ini dengan firmannya:

“Dan sungguhnya kami Telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu,”  [QS.An-Nahl: 36]

Dan tauhid inilah sebab sebenarnya dan sebab inti dalam permusuhan antara para Rasul dengan kaum-kaumnya. Allah Ta’ala berfirman:

“Dan Sesungguhnya kami Telah mengutus kepada (kaum) Tsamud saudara mereka Shaleh (yang berseru): "Sembahlah Allah". tetapi tiba-tiba mereka (jadi) dua golongan yang bermusuhan.” [QS.An-Naml: 45]

Firman-Nya : “sembahlah Allah” yaitu: Tauhidkan Allah dalam ibadah dan janganlah kalian menyembah yang lain bersama-Nya. Itu di karenakan kaum-kaum para Rasul itu seperti manusia yang lain, mereka beribadah kepada Allah akan tetapi mereka mengibadati tuhan yang lain bersama-Nya. Jadi dakwah para Rasul itu bukanlah dalam rangka mendakwahi manusia beribadah kepada Allah, shalat kepada-Nya, shaum dan hal-hal lain yang serupa itu saja, karena mayoritas manusia itu adalah mengibadati Allah dengan ibadah-ibadah tersebut, akan tetapi dakwah para Rasul itu adalah dalam rangka peribadatan kepada Allah saja dan berlepas diri dari segala sesuatu yang di ibadati selain-Nya… “sembahlah Allah dan Jauhilah thaghut”.

Dan karena hal itu terjadilah pertikaian dan di atasnya di siksalah para Rasul dan para pengikutnya, mereka di sakiti dan mereka di penjarakan. Allah Ta’ala berfirman seraya mengabarkan tentang fir’aun:

“Fir'aun berkata: "Sungguh jika kamu menyembah Tuhan selain aku, benar-benar Aku akan menjadikan kamu salah seorang yang dipenjarakan.” [QS. Asy-Syu’ara : 29]

Dan dengan sebabnya terpecahlah manusia menjadi dua kelompok, satu kelompok di surga dan satu kelompok lainnya didalam neraka yang menyala, karena ia-lah buhul tali yang amat kokoh yang dengannya Allah Ta’ala menjamin tidak akan terputus dan di atasnya dasarnya Allah menjadikan tolak ukur keselamatan, dimana Dia berfirman:

“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya Telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, Maka Sesungguhnya ia Telah berpegang kepada buhul tali yang amat Kuat yang tidak akan putus. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui. Allah pelindung orang-orang yang beriman; dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah syaitan, yang mengeluarkan mereka daripada cahaya kepada kegelapan (kekafiran). mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.”  [QS. Al-Baqarah : 256-257]

Firman-Nya: “barang siapa yang ingkar kepada thaghut dan beriman kepada Allah”  adalah Tauhid yang di kandung oleh Laa ilaaha illallah.

Thaghut adalah segala sesuatu yang di ibadati selain Allah dengan bentuk peribadatan apa saja sedang dia ridho dengan peribadahannya itu. Bentuk-bentuk thaghut ini bisa beraneka ragam di setiap zaman dan tempat, kadang thaghut itu berupa patung atau berhala yang mana manusia shalat dan sujud kepadanya atau mereka menyembelih dan bernadzar untuknya, dan kadang thaghut itu berbentuk hukum selain Allah yang mana manusia merujuk kepadanya atau berbentuk pembuat hukum selain Allah, baik dia itu penguasa atau wakil rakyat atau dukun yang menetapkan bagi manusia aturan [hukum/undang-undang], perintah dan larangan yang tidak Allah izinkan. Dan begitulah bentuk-bentuk thaghut itu bisa beraneka ragam di setiap zaman dan tempat, namun tetaplah yang dituntut oleh semua Rasul itu adalah satu: “Ibadahlah kalian kepada Allah dan jauhilah thaghut”.

Dan karena itu wajib atas setiap orang yang menginginkan surga dan keselamatan dari api neraka untuk mempelajari makna kalimat yang agung ini dan al-‘urwah al-wutsqa’  itu supaya mengamalkannya. Allah Ta’ala  berfirman:

“Maka Ketahuilah, bahwa Sesungguhnya tidak ada Tuhan yang haq selain Allah…”  [QS. Muhammad : 19]

Bila dia mempelajarinya, maka ia mengetahui untuk tujuan apa dia di ciptakan, dan untuk apa para Rasul di utus, serta untuk apa kitab-kitab di turunkan ?! dan tentu ia mengetahui jalan yang menghantarkan ke surga serta jalan lain yang menjerumuskan ke neraka.

Dan darinya jelaslah bagi kalian hai para hakim hakikat permusuhan antara kami dengan pemerintah kalian yang menggugurkan syari’at Allah, dan kenapa kami membencinya dan mengkafirkan serta memusuhi wali-walinya [aparat pendukungnya], dan kenapa mereka memerangi kami serta memenjarakan kami serta setiap orang yang menyerukan Tauhid.

Jadi, Laa Ilaaha Illallah itu adalah Nafyun [peniadaan] dan Itsbat [penetapan], dan untuk berpegang pada al-‘urwah al-wutsqa’ yang terhadapnya Allah mengaitkan roda keselamatan ini seseorang harus mengumpukan di dalamnya antara dua rukun tersebut, yaitu nafyun dan itsbat. Penafian saja tidaklah cukup tanpa diserta itsbat, dan begitu juga itsbat tidak cukup tanpa di barengi penafian, akan tetapi mesti mengumpulkan antara dua hal itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar