Jumat, 24 Januari 2014

siapakah aku ?

بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

Sekilas Tentang Siapakah aku.


     
      Saat ini saya sedang mengenyam pedidikan di sebuah universitas swasta di jakarta, tepatnya di Universitas Gunadarma Depok Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi. Saat ini saya adalah mahasiswa semester 5 atau mahasiswa tingkat 3. Saya dibesarkan didalam keluarga yang sederhana dan harmonis, dimana orang tua saya membekali pendidikan agama yang kuat pada saya dan adik-adik saya, terutama ayahanda tercinta selalu memberikan wejangan dari setiap waktu yang beliau punya, beliau berpesan agar saya menjadi seorang sarjana yang beguna bagi masyarkat dan menjadi sarjana yang taat kepada pada aturan agama, tidak meninggalkan kewajiban dan selalu berbuat baik terhadap sesama. Orang tua saya selalu mengajarkan kepada anak-anaknya agar berjuang dengan keras dalam segala hal. Tidak ada istilah dimanjakan, tetapi bukan berarti kami di didik seperti pendidikan kemiliteran. Justru dengan pendidikan yang nampaknya keras namun disini letak kami seperti anak yang selalu dimanjakan terutama oleh ayahanda tercinta. Menjadi anak pertama dan memiliki tiga orang adik tidak lah gampang, ada tanggungjawab dan beban moril tersendiri, terutama bagaimana agar kita selaku kakak bisa menjadi suri tauladan bagi adik-adik kita. Memang pada hakikatnya tidak adamanusia yang terlahir sempurna, namun kita harus selalu tetap tberusaha melakukan segalanya yang terbaik. Maka dari itu banyak yang bilang anak pertama itu tingakat keegoisannya tinggi, sebenarnya bukan itu tetapi karena pada dasarnya anak pertama itu adalah pengganti dari orang tua kelak, jadi dia harus tegas sehingga namapak sangat terlihat dengan jelas keotoriterannya.
      Perasaan nya juga sangat peka ketika terjadi sesuatu pada adiknya. Ketika dihadapkan pada sebuah masalah dengan secara tidak langsung, adik-adik kita akan menirukan pola solving problem kita, maka ketika sang kakak dihadapkan dengan sebuah masalah dan dia menyikapinya dengan bijak dan rapih, maka begitupun adiknya. Setidaknya kalaupun adiknya tidak mampu memecahkan masalah seperti kakaknya, dia tidak akan berbuat arogan. Begitupun sebaliknya, ketika sang kakak dianggap bukan merupakan kakak yang baik, tidak bisa memberikan contoh yang baik, dan tidak bisa dijadikan sebagai tempat berlindung. Maka dia akan lari menjauh dari sang kakak, bahkan bisa jadi walaupun perkataan kakaknya itu benar dia tidak akan mendengarnya. Saat ini, terutama masyarakat perkotaan, saling mengayomi antara adik dan kakak sangat lah jarang, dikarenakan pola fikir yang mengikuti gaya luar atau westernisasi. Sehingga kakak tidak tahu apa urusan adiknya, dan adiknya pun tidak mau tau apa yang dilakukan oleh kakaknya, sehingga seolah-seolah tak memiliki kakak dan tidak memiliki adik, tidak memikirkan kebutuhan satu dengan yang lain, sehingga kebutuhan harus terpenuhi saat itu juga. Dengan demikian, jadilah kakak yang bijaksana, penuh kasih sayang, mengayomi adik-adiknya dan juga bersikap tegas. Agar kita selaku kakak  bisa dihargai oleh sang adik dan juga menjadi contoh untuk sang adik, karena kelak ketika orang tua telah tiada maka pastila tanggungjawab itu turun pada kita.
          Untuk diri pribadi saya, saya termasuk yang pendiam, berbicara seperlunya saja. Amanah yang orang tua titipkan kepada saya, saya jaga sebaik mungkin. begitupun dengan waktu yang dititipkan oleh Allah, saya berusaha mengelola sebaik mungkin. Saya termasuk pada kategori yang tidak tega terhadap sesuatu yang lemah. Saya akan menghargai perbuatan orang sekecil apapun itu, menurut saya penilaian objektif itu hanya milik Allah, ketika kita mengatakan orang itu biasa saja, padahal sebenarnya dia telah berusaha untuk luar biasa, lalu ketika kita katakan orang itu telah berbuat kesalahan, pdahal kenyataan nya dia telah berusaha berbuat baik dan menghindari kesalahan. Kita tidak pernah mengetahui apa yang sebenarnya terjadi pada diri orang lain, bahkan kita juga tidak pernah menyadari apakah yang kita lakukan selama ini benar? Apakah yang kita lakukan selama ini telah membuat orang lain bahagia? Apakah yang telah kita berikan kepada orang lain sesuai ? jarang orang yang berfikir kesana, mengapa demikian ? karena keegoisannya yang memikirkan untuk kepentingannya hanya sibuk dengan urusan dan pekerjaannya, sehingga tidak pernah perduli apa yang orang lain harapkan dari dia. Seharusnya jika kita diberikan kepercayaan oleh Tuhan untuk menjadi penyalur kebahagiaan dan kebaikan pada orang lain, menjadi tempat orang lain berharap kita senang. Bukan malah membatasi diri kita memberikan yang terbaik. Allah saja dalam memberikan karunia Nya pada hamba-Nya tidak tanggung-tanggung, hambanya yang jahat saja tetap dia berikan reziki yang banyak. Pada pencopet, pencuri, koruptor, pada yang taat,pada yang tidak taat, pada yang laknatulloh tetap Allah melimpahakan karunia Nya pada hamba-hamba Nya yang sangat jauh darinya. Mengapa diri kita sendiri tidak bisa menghargai apa yang telah orang lain lakukan ? nah.. itu jadi pelajaran untuk kita, agar kita menjadi pribadi yang lebih baik, jangan batasi diri kita untuk berbuat kebaikan,  misalkan anda seorang dokter, lalu menganggap biaya kuliah anda mahal saat sedang duduk dibangku perkuliahan, dan setelah lulus anda memasang tarif pengobatan yang terlalu tinggi. Atau karena anda seorang dokter yang anda fikir hanya bertugas memeriksa penyakit pada pasien, setelah anda memeriksanya dan anda menyebutkan penyakitkan tanpa memberikan penjelasan lebih. Maka saya jamin tempat praktik anda akan sepi oleh pasien yang akan datang untuk  berobat. Akibat apa ? akibat anda hanya terlalu fokus pada materi kuliah yan diajarkan ketika anda kuliah, hingga anda lupa kalau pasien juga butuh effection dari dokter, walaupun hanya senyum manis saran-saran motivasi, intinya anda tidak hanya mencari tahu penyakitnya saja, tetapi anda juga sebagai dokter harus mempunyai nilai lebih untuk diri anda pribadi, dan karena saya adalah mahasiswa akuntansi, ini berkenaan dengan kepuasaan konsumen. Jika konsumen puas, maka untuk promosi jasa anda, tidak perlu anda memasang spanduk, menempel iklan dikoran, diradio dan lain sebagainya. Maka dari itu judgement yang objektif itu hanya bisa dilakukan oleh Allah, anda jangan berkata bahwa anda telah bertindak adil, sesuai, padahal pada kenyataannya apa yang anda lakukan itu jauh dari yang disebut adil, sesuai, ataupun pantas. Ada yang berkata pada saya bahwa “ hidup ini bagai lingkaran setan, ketika kamu mempersulit orang lain, maka hidup kamu akan dipersulit dengan sesuatu yang tidak kamu duga. Begitupun sebaliknya ketika kamu berbuat kebaikan,memberikan kemudahahan pada orang lain, tanpa kamu sadari hidup kamu juga penuh dengan kebaikan dan kemudahan”. Jangan takut untuk berbuat baik, kamu tidak akan rugi untuk mengeluarkan satu dollar dari seratus dollar yang kamu punya, bahkan seribu dollar yang kamu punya. Hidup adalah proses, proses pembelajaran, bagaiman agar kita tahu, agar kita mengerti, kita pahami. Jangan biarkan  diri kita menyesal karena telah melewatkan kesempatan untuk berbuat baik, kesempatan tidak akan berulang. Pencopet saja memiliki filosofi kesempatan tidak datang dua kali, apalagi kebaikan tidak akan ditawarkan dua kali. Itulah adalah sepintas penilaian saya tentang objektif terhadap segala kebaikan yang tidak terbatas, karena yang membuat kebaikan itu menjadi sempit adalah karena kita membatasi kebaikan itu sendiri.
      Ketika orang lain meminta pendapat ataupun pada diri kita, sebaiknya kita melayani nya dengan baik. Bukan malah meremehkan dan menganggap kesalahannya itu besar sekali, hingga menjadikan dia pesimis untuk bangkit dan berbenah diri. Atau didepan nya kita bersikap manis dibelkangnyakita lontarkan perktaan yang cukup menyakitkan dengan sindiran-sindiran yang bisa menyinggung. Ketika anda dipercaya orang lain untuk bisa membantu memecahkan persoalan yang sedang dihadapinya, seharusnya anda bangga, dan menjaga kerahasiaan dari permasalahan tersebut.  Bukan malah membuat kesal dengan sikap anda yang ternyata tidak dapat dipercaya dan cukup menyinggung perasaannya. Kebanyakan, dari hasil pengamatan saya pada  jejaring sosial, permasalahan yang tidak seharusnya orang lain ketrahui, malah dibeberkan. Dan permasalahan yang seharusnya dia simpan sendiri dengan latahnya dia keluarkan kat-kata kecil yang siftanya menyindir. Entah itu menjadi quote untuk dirinya atu mempunyai tujuan merndahkan. Sebagai contoh saya buar ilustrasi seperti dioalog antara ani dan sinta dibawah ini:

Ani : sinta saya merasa telah  melakukan kesalahan, saya tidak mengerti apa yang harus saya lakukan atas permasalahan ini ?
Sinta : letak kesalah kamu dimana?
Ani : saya merasa ada hambatan untuk pekerjaan saya ini, lalu bagaiman menurut mu?
Sinta : kamu jangan berfikir terlalu jauh, pada waktunya nanti itu semua tidak serumit yang kamu bayangkan .
Ani : ia saya mengerti, namun ini adalah kali pertama saya menghadapi permasalahan seperti ini, saya bukannya takut seperti yang kamu fikirkan sinta, saya hanya khawatir saya tidak bisa menanganinya.
Sinta :  sudahlah kamu optimis saja
(dijejaring sosial 30 menit kemudian)
Sinta menulis seperti dibawah ini diakun jejaring sosialnya :
“saya memang lemah, tapi saya tidak akan pesimis, saya yakin saya pasti sukses.”
Secara tak sengaja ani membacanya, pastilah ani merasa sedih. Pastilah bertambah kacau fikirannya saat itu, karena akan terjadi dua penilaian apakah kata-kata yang dicantumkan itu memovitasi diri si sinta atau untuk menyindir keadaan ani saat itu. Maka sesuai dengan sabda Rasululloh SAW : manusia yang selamat adalah, manusia yang selamat dari lisannya, dari tangannya, dari yang selamat dari diantara perut dan kakinya. Maka karena lisan tidak bertulang, sebaiknya dipertimbangkan dahulu sebelumnya apa-apa kata-kata yang akan dikeluarkan, sehingga tidak menyinggung perasaan orang lain. Atau lebih baik diam, sahabat Rasululloh saw abu bakar mengisi mulutnya dengan batu agar tidak berbicara yang tidak baik, beliau hanya berbicara seperlunya saja. Inti dari semua yang saya ceritakan tadi adalah, menjadi seorang yang baik itu tidak cukup dengan perkataan namun harus dipraktikkan agar sesuai antara perkataan dengan perbuatan dan pada khirnya hati yang menjadi cerminan jiwa.