Sabtu, 29 Desember 2012

Kapan Indonesia Bebas Dari Cengkaraman Negara Asing ?!!


Indonesia adalah bangsa yang besar, kalau mengacu pada jumlah penduduk merupakan bangsa terbesar keempat di dunia. Termasuk peringkat atas, mengingat yang mendiami Planet Bumi ini lebih dari 200-an bangsa (berdasarkan jumlah Negara yang ada).
Berdasarkan Sensus Penduduk 2010, jumlah penduduk Indonesia telah melebihi 237 juta jiwa, atau sedang bergerak mendekati angkat seperempat milyar jiwa. Bangsa yang besar dengan kekayaan yang berlimpah ruah berupa sumberdaya alam di perut bumi, di permukaan bumi, di permukaan lautan dan di dalam lautan.
Namun sangat disayangkan, kelimpahan sumberdaya alam itu tidak mampu dikelola dengan baik, sehingga tingkat pengangguran dan kemiskinan masih saja tinggi. Idealnya kalau kekayaan sumberdaya alam berlimpah tidak ada rakyat yang kelaparan, tidak ada yang mencar-cari pekerjaan, tidak ada rakyat sakit yang mengalami pembiaran, dan tidak ada anak putus sekolah karena ketiadaan biaya.
Sejatinya kekayaan sumberdaya alam itu bisa dikelola untuk kesejahteraan rakyat, sebagaimana bunyi Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 hasil amandemen, bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Sementara pada ayat 2 disebutkan, cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara.
Namun apa yang terjadi, seolah bunyi beberapa ayat mengenai perekonomian nasional dan kesejahteraan social itu mengalami “pengabaian” oleh pemerintah yang berkuasa.
Berdasarkan laporan Harian Kompas, 23 Mei 2011, ternyata dominasi pihak asing saat ini semakin meluas, bahkan menyebar pada sektror strategis perekonomian.
Data tahun 2011 menunjukkan, untuk sektor pertambangan kepemilikan asing sudah mencapai 75 persen, sementara nasional 25 persen; Pada sektor perbankan kepemilikan asing sudah mencapai 47,02 persen dari total aset Rp. 3.065 triliun;
Untuk industri telekomunikasi penguasaan asing pada berbagai perusahaan papan atas sudah berkisar antara 24 – 95 persen; Sementara untuk sektor perkebunan, khususnya industri kelapa sawit penguasaan beberapa perusahaan asal Malaysia, Singapura, Amerika Serikat dan Belgia sudah begitu dominan.
Aturan pemerintah saat ini tampak begitu liberal. Luar biasa, sebuah perusahaan asal Singapura menguasai 85 ribu hektar perkebunan sawit yang ada di Indonesia. Padahal luas Negara Singapura sendiri kurang dari 70 ribu hektar. Sementara tiga buah perusahaan asal Malaysia telah menguasai lebih dari 226 ribu hektar (2.260 kilometer persegi) perkebunan sawit di Indonesia, atau melebihi luas Negara bagian Melaka (1.650 kilometer persegi) dan Perlis (810 kilometer persegi). Untuk wilayah Provinsi Kalimantan Barat ternyata sekitar 70 persen dari luas perkebunan sawitnya telah berada dalam genggaman Malaysia.
Selain itu pemerintah memberikan peluang bagi pihak asing untuk memiliki hingga 99 persen saham perbankan dan 80 persen saham asuransi. Bahkan dari keseluruhan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang telah diprivatisasi, sekitar 60 persen sahamnya sudah dikuasai pihak asing. Sementara di pasar modal, sekitar 60 – 70 persen total saham perusahaan yang sudah diperdagangkan, juga sudah dimiliki investor asing.
Dalam hal ini pemerintah seolah terus mengobral beragam aset Negara, untuk sektor migas lebih mengagetkan lagi, ternyata porsi operator minyak dan gas nasional tinggal 25 persen, sekitar 75 persen sudah didominasi pihak asing. Maka tak heran jika muncul kritikan terhadap fenomena di mana ekspor gas terus menggelontor, sementara di sisi lain PLN begitu memerlukan gas untuk menekan harga dan meningkatkan efisiensi. Bahkan belakangan muncul berita, bahwa PLN dipastikan akan mengimpor gas dari Kuwait dan Iran. Hal itu disebabkan pasokan gas dari PGN tidak dapat memenuhi kebutuhan gas PLN yang mencapai 400 mmscfd. Hal itu terungkap saat rapat dengar pendapat antara PLN dengan Komisi VII DPR, di Gedung DPR RI, Rabu, 18 Mei 2011 yang lalu.
Lantas, mau di bawa ke mana masa depan bangsa dan Negara ini, jika elemen-elemen tertentu dari pemerintah lebih doyan hal-hal yang berbau asing. Contoh kasus beriku tentang pesawat MA-60 buatan Xi’an Aircraft Company Ltd yang dioperasikan PT Merpati Nusantara Airlines, yang jatuh di perairan Kaimana, Papua Barat, akhir pekan lalu. Ternyata kualitasnya masih di bawah CN 235 yang diproduksi IPTN. Ya, itulah fenomena “kurang percaya diri”, seolah apapun yang berbau asing begitu dipercaya.
Kekuatan asing sudah begitu mencengkeram perekonomian di Indonesia. Dalam hal ini nyaris semua sektor telah digerakan bahkan didominasi teknologi dan investasi asing. Untuk industri otomotif, elektronik dan teknologi informasi misalnya, bendera perusahaan asing berkibar di seluruh penjuru negeri. Ya, baik industri manufaktur, industri unggulan berbasis teknologi tinggi, industri agro, bahkan industri kecil dan menengah sudah begitu dalam “dirasuki” produksi, investasi dan teknologi asing.
Dalam hal ini sebenarnya Bangsa Indonesia tidak bersifat anti asing, bagaimanapun peran asing dalam perekonomian Indonesia tetap penting. Namun perlakuan pemerintah harus proporsional, jangan biarkan dominasi asing terus merambah seluruh sector, semua potensi dan segenap wilayah.
Sebenarnya cukup memperlakukan asing sebagai mitra usaha dan stimulator. Bagaimanapun beberapa Negara tertentu memiliki keunggulan teknologi, manajemen dan bisnis dibidang usaha tertentu.
Cukup layak jika diberi kesempatan untuk mengembangkan sayapnya di Indonesia, namun tetap dalam batas-batas kewajaran. Apalagi untuk sektor-sektor tertentu, sebagaimana amanat dari UUD 1945 bahwa Negara harus menguasanya. Maksudnya supaya kepentingan dan kesejahteraan rakyat benar-benar ada jaminannya.
Contoh kasus di daerah yang sangat kaya dengan potensi energi dan sumberdaya mineral, di mana rakyat hanya menjadi “pelengkap penderita”, sementara harta kekayaan kampung halamannya terus dikeruk dan hanya menjadikan kemewahan berlebih bagi segelintir orang.
Pemilu 2014 bisa dijadikan momentum untuk terbentuknya pemerintahan yang kuat, bersih, amanah dan berani. Dalam hal ini kuat dalam memperjuangan kepentingan segenap rakyat di seluruh pelosok negeri; Bersih dalam menjalankan roda pemerintahan, sehingga energinya lebih terfokus pada upaya menegakan kemandirian bangsa; Amanah dalam mengemban kepercayaan rakyat untuk meraih kemakmurannya bermodalkan sumberdaya manusia, alam dan teknologi; serta Berani dalam menegakkan cita-cita dan martabat bangsa.
Bagaimanapun, bangsa Indonesia merupakan bangsa terbesar keempat di dunia, sangat membutuhkan pemimpin rakyat yang benar-benar meng-Indonesia, senantiasa memikirkan, berbicara dan bertindak secara Indonesia. Era pemimpin bangsa yang tidak berbicara Indonesia di negerinya sendiri sudah usai. Bahkan segenap rakyat merindukan pemimpin yang berbicara Indonesia di forum dunia. Lantas, apakah belum puas lebih dari tiga setengah abad ditambah tiga setengah tahun “dicengkeram” bangsa asing ? Tak perlu nostalgia derita itu dikembalikan. 

Desas Desus Ekonomi Kerakyatan




Ekonomi kerakyatan yang hanya menjadi sebatas buah bibir yang tidak terealisasi
Dalam analisis Ekonomi dan Ekonomi politik, apa yang disebut Ekonomi kerakyatan lebih dikenal dengan sebagai pro-poor groowth (kebijakan pertumbuhan ekonomi yang bepihak kepada masyarakat miskin.
Asal-usul kebijakan ekonomi ini berawal dari kegagalan pendekatan yang mengutamakan pertumbuhan dan mengabaikan distribusi. Kebijakan ekonomi ini dapat dilacak pada 1970-an ketika Cheney dan mengenalkan konsep “pertumbuhan dengan Pemererataan” pada 1990-an bank dunia mengadopsi Model tersebut dan memberikan nama broad-based growht ( Pertumbuhan dengan basis yang luas). Dalam World development Report yang diterbitkan pada 1990 oleh Bank Dunia, istilah ini tidak pernah di defenisikan. Hinggga akhirnya pada 1990-an, istilah broad-based growth berubah menjadi pro-poor growth. Elemen penting yang saling terkait dalam pertumbuhan yang berpihak kepada rakyat miskin :pertumbuhan, kemiskinan, dan ketimpangan melalui pertumbuhan ekonomi yang lebih berpihak secara jelas.( Warjio)
Pro-poor growth sengaja di rancang untuk memberikan kesempatan lebih banyak bagi masyarakat miskin untuk terlibaat dan menikmati hasil pembangunan. Caranya dengan melibatka masyarakaat miskin dalam kegiatan ekonomi, agar mereka mendapatkan mamfaat dari kegiatan ekonomi . selain itu, kebijakan ini memerlukan dukungan yang kuat karena biasanya menyangkut sektor public yang menyedot dana besar seperti bidang pendidikan, kesehatan, keluarga berencana, akses kredit atau modal, dan promosi UKM.
Realitas di Indonesia yang terjadi pada saat ini, apa yang dikatakan sektor publik atau menjadi kebutuhan masyarakat tidak terpenuhi dengan istilah “jauh panggang dari api”. Rakyat tidak mendapat hak untuk kebutuhan akan hidupnya, sehingga banyak kesenjangan antara orang besar dan orang kecil atau orang kaya dengan orang miskin. Terbukti banyaknya orang yang tidak sekolah, bertambahnya orang miskin, dan angka pengangguran yang semakin tinggi. Pemerintah gagal mensejahterakan rakyatnya.
Kebijikan ekonomi akan berpihak kepada rakyat miskin jika pemerintah memberikan alokasi lebih banyak dalam bidang pendidikan dan juga secra khusus menyusun kebijakan pendidikan bagi masyarakat miskin, sehingga dapat di katakan pemerintah sudah mengadopsi kebijakan yang memihak kapada rakyat miskin. Kebijakan pendidikan ini akan lebih baik lagi jika didukung oleh kebijakan lainnya.
Kebijakan ekonomi yang memihak masyarakat miskin mesti dijalankan dengan seriusbukan sekedar wacana atau slogan politik. Bantuan yang sifatnya kerikatif tidak akan banyak membantu pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. Negeri ini membutuhkan kebijakan ekonomi yang berpihak kepada masyarakat miskin yang komprehensif, karena dua alasan penting: menjaga pertumbuhan ekonomi jangka panjang dangan meningkatnya kualitas SDM, dan memperkecil ketimpangan. (Wahyu Prasetiawan, 2009).
Dalam bukunya yang berjudul politik Ekonomi kerakyatan (2004), Sarbini Sumawinata menjelaskan bahwa pemerintah dan elit politik semestinya mengayomi masyarakat. Namun kenyataannya, pemerintah sibuk dengan urusan masing-masing. Masalah datang terus-menerus tak kunjung selesai dan tidak mampu di tuntaskan mulai dari, Lumpur sidoarjo, BLBI, Bank Century, Mafia pajak, Bibit-Chandra masih banyak lagi masalah lain yang belum disebut.
Saya kira, dalam pendekatan politik tidak mudah untuk mengimplementasikan apa yang kita sebut ekonomi kerakyatan. Dalam politik, rakyat atau dalam bahasa demokratis disebut kerakyatan tidak mengenal keberpihakan pada satu kelompok tertentu. Sebab dalam terminologi politik rakyat atau kerakyatan memiliki hak dan kewajiban sama. Bahwa kaum pedagang ( kecil), nelayan, buruh, petani, harus diperjaungkan dan menikmati pembangunan adalah salah satu keharusan sebagaimana kelompok atau bagian masyarakat lainnya.
Pertanyaan, mampukah cita-cita luhur dan semangat yang terkandung dalam ekonomi kerakyatan diimplementasikan dalam kebijakan ekonomi di Indonesia khusus di kota Medan? Yang jelas, tidak hanya berlandaskan kemajuan politik saja, tetapi perlu di landasi komitmen yang kuat untuk mengedepankan kepentingan bangsa dan negara yang tetap berlandaskan Pancasila sebagai ideologi bangsa. Rasanya tidak pada tempatnya kalau ekonomi kerakyatan hanya di jadikan sebagai “ mantel politik” untuk menarik simpati rakyat dengan jargon “populis” tanpa ada agenda ekonomi konkrit yang menyentuh sendi-sendi dasar ekonomi bangsa secara holistik.
Tidak mudah memang, apalagi cengkraman liberalisasi ekonomi semakin kuat mengekang pergerakn ekonomi nasional. Perundang-undangan kita pun nyatanya tidak lepas dari tuntutan sinkronisasi dengan perkembagangan ekonomi global yang mau tidak mau bersentuhan dengan pasar bebas dan liberalisasi ekonomi. Contohnya, undang-undang tentang penanaman modal/investasi, perbankan, ekspor impor, suku bunga dan masih banyak lagi perundadangan yang merujuk pada pergerakan ekonomi global.
Saya kira, apa yang kita sebut sebagai ekonomi kerakyatan jangan hanya sebagai slogan politik saja, yang digunakan untuk menarik dukungan dari masyarakat. Rakyat butuh pemimpin yang adil dan jujur serta sesuai kata dengan perbuatan, rakyat telah jenuh menghadapi gejolak hidup. Rakyat butuh kesejahteraan dan keadilan.

Sistem Birokrasi Indonesia Yang Setengah Hati



Birokrasi merupakan wahana utama dalam penyelenggaraan negara. Di samping melakukan pengelolaan pelayanan publik, birokrasi juga bertugas menerjemahkan berbagai keputusan politik ke dalam berbagai kebijakan publik. Disamping itu birokrasi juga berfungsi melakukan pengelolaan atas pelaksanaan berbagai kebijakan tersebut secara operasional. Sehingga dapat dikatakan bahwa birokrasi merupakan faktor penentu keberhasilan keseluruhan agenda pemerintahan.
Negara ini menyadari bahwa pengelolaan pemerintahan tidak dapat berjalan dengan baik jika tidak dilaksanakan oleh sistem birokrasi yang baik. Buruknya sistem birokrasi ditandai dengan buruknya pelayanan publik, rendahnya produktifitas dan kinerja aparatur, serta masalah tingkat Korupsi (KKN) yang tinggi sebagai bentuk penyalahgunaan kekuasan.
Masyarakat sangat mengeluhkan kondisi ini. Masyarakat yang seharusnya mendapat pelayanan yang baik dari aparat pemerintahan, tetapi tidak bisa mendapatkannya kecuali bagi mereka yang mempunyai uang untuk menyogok agar mendapat pelayanan tersebut.
Tidak hanya masyarakat. Tetapi para pimpinan pemerintahan juga sering mengeluhkan kondisi ini. Mulai dari pusat sampai pada pimpinan di daerah. Tidak jarang SBY mengeluhkan kondisi ini. Untuk itulah dari awal pemerintahannya SBY merasa perlu untuk terus melakukan reformasi birokrasi. Tetapi sampai saat ini kita tidak melihat ada kemajuan yang signifikan. Dan tidak jelas maksud dan tujuannya.
Untuk itulah diperlukan suatu proses reforrmasi birokrasi. Birokrasi diharapkan menjadi pelayan masyarakat, abdi negara dan teladan bagi masyarakat. Namun pada prakteknya, reformasi birokrasi yang bertujuan luhur tersebut belum sepenuhnya berhasil diterapkan dalam pemerintahan kita.
Walaupun usaha reformasi birokrasi telah dilakukan ternyata birokrasi di Indonesia tidak berkembang menjadi lebih efisien, tetapi justru sebaliknya inefisiensi, berbelit-belit dan banyak aturan formal yang tidak ditaati. Birokrasi di Indonesia ditandai pula dengan tingginya pertumbuhan pegawai dan pemekaran struktur organisasi dan menjadikan birokrasi semakin besar dan membesar. Mereka juga semakin mengendalikan dan mengontrol masyarakat dalam bidang politik, ekonomi dan sosial.
Cap birokrasi Indonesia seperti itu ternyata bukan sampai di situ saja, tetapi melalui pendekatan budaya birokrasi Indonesia masuk dalam kategori birokrasi patrimonial dimana ciri-cirinya adalah tidak efesien, tidak efektif, tidak obyektif, menjadi pemarah ketika berhadapan dengan kontrol dan kritik, tidak mengabdi kepada kepentingan umum, tidak lagi menjadi alat rakyat tetapi telah menjadi instrumen penguasa dan sering tampil sebagai penguasa yang sangat otoritatif danrepresif.
Mulai dari mana?
Dari manakah dimulai reformasi birokrasi? Pemerintah melalui Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi sepertinya bingung dimulai dari mana proses reformasi birokrasi. Sehingga yang muncul hanya kebijakan atau wacana yang tidak mampu memberi arti proses reformasi birokrasi tersebut.
Selama ini anggapan yang berkembang bahwa buruknya kondisi birokrasi kita karena disebabkan oleh pendapatan PNS yang rendah. Sehingga reformasi birokrasi hanya berkutat pada masalah peningkatan pendapatan PNS melalui kenaikan gaji, pemberian tunjangan tambahan atau renumerasi. Tapi ternyata perlakuan ini tidak memberikan dampak yang signifikan terhadap usaha reformasi birokrasi. Malahan semakin membebani anggaran pemerintah tetapi tidak menyelesaikan persoalan dasarnya.
Proses reformasi birokrasi paling tidak membutuhkan empat langkah fundamental yang menjadi syarat agar proses birokrasi dapat berjalan dengan baik. Langkah yang pertama adalah perubahan mindset. Keberadaan birokrasi adalah untuk melayani seluruh kepentingan rakyat bukan untuk dilayani. Birokrasi harus mampu mempermudah bukan mempersulit suatu urusan. Jadi mindset yang selama ini berkembang pada birokrat kita harus dirombak total. Mereka adalah sebagai public servant. Mereka harus memberi pelayan terbaik, mudah, dan cepat kepada rakyat sebagai pemilik sah republik ini.
Langkah yang kedua, adalah reformasi politik. Reformasi politik memang salah satu tujuan dari kemunculan orde reformasi. Tetapi reformasi politik yang terjadi tidak membawa pengaruh kepada reformasi birokrasi. Praktek pemerintahan dan birokrasi semakin diperparah oleh kondisi perpolitikan kita saat ini.
Dalam proses politik terjadi tarik menarik kepentingan antara elit-elit yang berkuasa dengan birokrasi. Sehingga birokrasi kita cenderung tidak lagi netral dan cenderung teromabang-ambing dalam pusaran perebuatn kekuasan. Untuk itu perlu dilakukan reformasi politik yang terarah yang membebaskan birokrasi dalam situasi dilematis. Bagaimanapun aparatur harus steril dari berbagai kepentingan elit-elit yang yang berkuasa maupun yang mencari kekuasaan.
Langkah yang ketiga, adalah reformasi hukum. Reformasi hukum ditujukan agar produk hukum berupa undang-undang dan peraturan yang dikeluarkan tidak tumpang tindih satu dengan yang lainnya serta mampu implementasikan dengan baik dan benar. Sehingga kita dapat memperoleh akuntabilitas dari aparatur yangmenjalankan birokrasi sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada bangsa dan rakyat.
Langkah yang keempat, adalah desentralisasi kewenangan. Selama ini para birokrat pada level menengah dan bawah sangat tergantung sekali pada top leveldalam birokrasi. Sehingga kondisi ini sangat menghambat kinerja birokrat tersebut. Setiap pekerjaan yang dilaksanakan harus menunggu petunjuk dan persetujuan atasan. Dan tak jarang birokrat yang berada top level mengintervensi pekerjaan bawahannya.
Dengan adanya desentralisasi kewenangan tersebut maka setiap tingkatan pada birokrasi mampu melaksanakan tugas sebaik mungkin sesuai dengan tugas dan kewenangannya. Sehinggga mudah dilakukan pengawasan terhadap akuntabilitas dan profesionalisme dari kinerja para birokrat tersebut.
Jadi proses reformasi birokrasi di Indonesia harusnya dimulai dengan memperbaiki empat kondisi fundamental tersebut agar proses reformasi birokrasi dapat mencapai tujuannya. Sejalan dengan terpenuhinya persyaratan tersebut perlu dilakukan reformasi terhadap kelembagaan birokrasi.
Reformasi kelembagaan
Reformasi kelembagaan dimulai dengan menata kembali struktur dan kelembagaan mulai dari pemerintahan pusat sampai ke daerah. Struktur kelembagaan pemerintahan kita saat ini sudah begitu tambun. Suatu kondisi yang kontradiktifdengan proses reformasi birokrasi yang dicanangkan pemerintah. Kondisi ini mengakibatkan birokrasi kita mengalami “penyakit kronis” dan penuh dengan masalah. Terlalu besar tetapi tidak memberikan hasil yang positif. Untuk itu perlu diciptakan struktur yang lebih ramping tetapi kaya dengan fungsi.
Di dalam reformasi kelembagaan harus juga dilakukan perbaikan sistem manajemen kepegawaian yang meliputi sistem rekruitmen personal, sistem penggajian, sistem kepangkatan, dan lain sebagainya. Semuanya harus transparan dan akuntabel sehingga reformasi yang diharapkan dapat dicapai.
Reformasi setengah hati
Gerald Caiden (1991) menyatakan bahwa reformasi sistem administrasi tidak pernah mencapai inti permasalahan tetapi hanya formalitas semata. Reformasi tersebut tidak cukup luas dan mendalam. Bahkan cukup banyak negara yang tidak memberikan perhatian yang cukup memadai pada reformasi birokrasi.
Begitu juga dengan reformasi birokrasi yang dilaksanakan oleh pemerintahan SBY. Hanya setengah hati. Tak lebih hanya pencitraan bahwa mereka concernterhadap kebutuhan masyarakat terhadap perbaikan sistem birokrasi yang sehat dan kuat.
Padahal birokrasi yang sehat dan kuat, adalah “birokrasi yang profesional, netral, terbuka, demokratis, mandiri, serta memiliki integritas dan kompetensi dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya selaku abdi masyarakat dan abdi negara, dalam mengemban misi perjuangan bangsa mewujudkan cita-cita dan tujuan bernegara”

Sistem Ekonomi Islam yang Pro Rakyat


Sistem Ekonomi Islam yang Pro Rakyat
Gaji Besar Eksekutif AIG
Kemandirian Ekonomi
“Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis, maka janganlah mereka mendekati Masjidilharam sesudah tahun ini. Dan jika kamu khawatir menjadi miskin, maka Allah nanti akan memberimu kekayaan kepadamu dari karuniaNya, jika Dia menghendaki. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” [At Taubah:28]
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi wali] dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Inginkah kamu mengadakan alasan yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu) ?” [An Nisaa’:144]
Ayat Al Qur’an di atas memerintahkan ummat Islam untuk melarang orang-orang Kafir masuk kota Mekkah meski perekonomian waktu itu bergantung pada mereka. Sebagian takut miskin. Tapi Allah mengatakan jangan khawatir jadi miskin karena Allah justru akan menjadikan mereka kaya. Dan buktinya penduduk Mekkah hingga saat ini menjadi kaya, karena mereka menikmati perekonomian mereka. Tidak didominasi oleh perusahaan asing.
90% Migas Indonesia dikuasai oleh perusahaan-perusahaan asing. Akibatnya 6 dari 7 perusahaan Migas Asing yang beroperasi di Indonesia (dan juga negara-negara lain) masuk dalam daftar 10 perusahaan dengan pendapatan terbesar versi majalah Forbes 500 (misalnya pendapatan Exxon tahun 2007 US$ 452 Milyar / Rp 542 Trilyun) sementara mayoritas rakyat Indonesia hidup dalam kemiskinan. Paling tidak mereka menikmati 40% hasil Migas Indonesia. Ini jika angka produksi yang mereka laporkan benar. Karena menurut Amien Rais, sulit menghitung berapa banyak gas yang dihasilkan dari bumi Indonesia jika langsung dialirkan melalui pipa ke Singapura.
Kemudian untuk Pertambangan Emas, Perak, Tembaga, dsb lebih parah lagi. Perusahaan Asing mendapat bagian terbesar (85%) sementara 240 juta rakyat Indonesia harus puas dengan bagian kecil 15%.
Padahal tambang minyak itu teknologi tua yang ratusan tahun umurnya sementara tambang emas itu ribuan tahun lalu orang sudah biasa melakukannya. Mayoritas pekerja di perusahaan-perusahaan asing tersebut juga putera Indonesia. Jadi tidak ada alasan bahwa Indonesia tidak bisa mengelola sendiri kekayaan alamnya.
Presiden Venezuela, Hugo Chavez menasionalisasi perusahaan Migas, begitu pula Arab Saudi sudah lebih dulu menasionalisasi perusahaan minyak tahun 1974 akhirnya meningkatkan pendapatan pemerintah secara besar-besaran sehingga bisa mendanai pembangunan ekonomi secara masif (MS Encarta).
“The latter development, along with SAUDI ARABIA’S 1974 TAKEOVER OF CONTROLLING INTEREST IN THE HUGE OIL COMPANY ARAMCO, GREATLY INCREASED GOVERNMENT REVENUE, THUS PROVIDING FUNDSfor another massive economic development plan.” [Ensiklopedi Microsoft Encarta]
Agar Indonesia bisa maju, maka para politisi/pemimpin Indonesia apalagi yang Muslim jangan menjadi budak perusahaan asing/kafir. Mereka harusnya punya kesadaran untuk membuat Indonesia jadi bangsa yang mandiri.
Menurut PENA, dari kekayaan alam Indonesia, setiap tahun perusahaan-perusahaan asing mendapat Rp 2.000 Trilyun/tahun. Bagaimana rakyat Indonesia bisa makmur? Oleh karena itu jika perusahaan-perusahaan asing tersebut memberi Rp 10-20 trilyun kepada para comprador-nya (kaki tangannya) di Indonesia, mereka tetap jauh lebih untung.
Meski para kaki tangan tersebut beserta kroninya makmur, tapi mayoritas rakyat Indonesia jadi miskin. Padahal jika mereka berpikir jauh ke depan, mereka bisa membuat rakyat Indonesia makmur bersama mereka seperti Arab Saudi jika mengelola kekayaan alam sendiri.
Ketika saya ke Arab Saudi tahun 1983, jarang ada Sepeda Motor. Rata-rata rakyatnya punya mobil. Hebatnya lagi hampir tiap tahun mereka ganti mobil. Listrik dan Rumah Sakit gratis. Sekolah bukan hanya gratis, tapi siswanya diberi uang saku hingga ke Perguruan Tinggi. Itulah hasil yang didapatkan jika kekayaan alam bisa dinikmati 100% oleh bangsa sendiri.
Memang Arab Saudi minyaknya banyak. Tapi Indonesia bukan cuma punya Migas. Indonesia punya emas, tembaga, perak, hutan, kebun, sawah, dan laut yang luas (5 juta km2 atau lebih dari 2 x luas Arab Saudi). Jika kekayaan alam dikelola sendiri, maka Rp 2.000 trilyun/tahun bisa dinikmati Indonesia, sehingga APBN 2009 bisa mencapai 3.000 Trilyun lebih.
Kemandirian Nasional bisa menghemat devisa dan membuka banyak lapangan kerja. Sebagai contoh, di Indonesia pasar kendaraan bermotor terdiri dari 6,2 juta sepeda motor dan 1 juta mobil/tahun dengan nilai sekitar Rp 224 Trilyun/tahun. Indonesia bisa menghemat Rp 224 trilyun/tahun jika presiden Indonesia mendukung PT Inka yang sudah berhasil membuat kancil untuk membuat mobil Gea yang harganya hanya Rp 40 juta dengan konsumsi bensin 1:30.
Pasar Susu ada sekitar Rp 30 trilyun. Namun 80% lebih Indonesia impor.Pasar Kedelai sekitar Rp 12 Trilyun. Namun Indonesia impor 60%. Pemerintah bisa menyediakan modal tanah dan uang kepada para petani agar pasar susu dan kedelai bisa dipenuhi 100% dari dalam negeri.
Harusnya dana APBN Rp 1.000 trilyun lebih minimal 10% digunakan untuk hal yang produktif berupa pendanaan atau pembentukan BUMN baru agar kebutuhan dalam negeri bisa dipenuhi sendiri secara mandiri. Untuk setiap sektor, misalnya Migas paling tidak harus dibuat 3 BUMN agar mereka bisa kompetitif dan ada bahan perbandingan bagi pemerintah/wakil rakyat untuk mengevaluasi kinerja BUMN tersebut.
Pemerintah Memenuhi Kebutuhan Dasar Rakyatnya
Rasulullah Saw melarang orang menjual air (Mutafaq’alaih)
Sistem Ekonomi Kapitalis Neoliberalisme memperdagangkan semua barang termasuk air yang merupakan kebutuhan vital manusia dengan harga setinggi-tingginya.
Contoh Neoliberalis kuno adalah Orang Yahudi yang menjual air kepada penduduk Madinah. Kalau tidak punya uang, silahkan mati kehausan. Islam tidak begitu!
Islam melarang jual-beli air. Jikaada yang memprosesnya dari kotor hingga bisa diminum, hanya boleh menjual sekedar mengganti ongkos produksi dan keuntungan ala kadarnya.
Nabi Muhammad untuk hal-hal yang jadi kebutuhan rakyat seperti air, tidak mengikuti pasar. Tapi justru menggratiskannya kepada rakyat.
Ketika seorang Yahudi menjual air dengan harga tinggi ke pada rakyat Madinah, Nabi meminta sahabat untuk membeli sumur air milik Yahudi tersebut. Sumur air tersebut dibeli, kemudian airnya dibagikan gratis untuk rakyat
Ini diikuti oleh para Founding Fathers Negara Indonesia:
Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara UUD 45 Pasal 33 ayat 2
Dalam Islam, negara memenuhi kebutuhan vital bagi rakyatnya secara gratis. Bukan menjual dengan harga ”Pasar” yang dipermainkan oleh para spekulan!
Oleh karena itu Privatisasi Air yang menjadikan air jadi mahal serta harga BBM yang mengikuti harga Pasar Komoditas NYMEX New York yang dimainkan oleh para Spekulan Pasar bertentangan dengan Sistem Ekonomi Islam.
Modal Produksi Penting Dimiliki Bersama
Faktor Produksi Penting seperti air, padang rumput, dan api (energi) menurut Islam adalah milik ummat Islam bersama. Bukan justru diserahkan untuk dimonopoli oleh orang-orang kafir harbi atau dimonopoli segelintir pengusaha.
Kaum muslimin berserikat (memiliki bersama) dalam tiga hal, yaitu air, rerumputan (di padang rumput yang tidak bertuan), dan api (migas/energi). (HR. Ahmad dan Abu Daud)
Para pendiri bangsa Indonesia menyadari pentingnya hal itu sehingga merumuskan UUD 45 yang sejalan dengan hadits di atas:
Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat UUD 45 Pasal 33 ayat 3
Neoliberalisme memberi MNC Monopoli atas Modal Tanah, Uang, Pertambangan. Rakyat nyaris tidak mendapat apa-apa sehingga tidak bisa berusaha.
69,4 juta hektar tanah dikuasai oleh 652 pengusaha atau satu pengusaha rata-rata 106 ribu hektar sementara mayoritas petani lahannya menurut Bank Dunia kurang dari 0,4 hektar! Bahkan banyak petani yang tidak punya lahan sehingga hanya jadi buruh tani dengan penghasilan kurang dari Rp 300 ribu/bulan!
Ada ketidak adilan. Segelintir orang dapat lebih dari 100 ribu hektar per orang, sementara banyak buruh tani tidak punya tanah sama sekali. Dalam Islam, lahan tersebut milik bersama. Harus dibagi secara adil. Perlu Reformasi Tanah / Agraria agar semua pihak bisa mendapat tanah negara secara adil sehingga semua bisa berusaha/bekerja.
Dari Said bin Zaid bin Amru bin Nufail ra.: Bahwa Rasulullah saw. bersabda: Barang siapa mengambil sejengkal tanah dengan zalim, maka Allah akan mengalungkannya di hari kiamat setebal tujuh lapis bumi. (Shahih Muslim No.3020)
Pendapatan Daerah untuk Pembangunan Daerah
Banyak propinsi/daerah yang kaya Sumber Daya Alam, tapi ternyata kabupaten dengan penduduk termiskin juga ada di propinsi itu. Ini karena sebagian besar pendapatan daerah (berupa migas, emas, perak, dsb) disedot ke Pusat hingga 90% lebih. Akibatnya penduduk daerah tersebut jadi miskin. Contohnya adalah di Aceh, Riau, Papua, dan sebagainya. Tak heran jika akhirnya ada aksi Separatisme karena kekecewaan penduduk daerah.
Dalam Islam, pungutan untuk biaya keamanan dan pemerintahan tak lebih dari 20%. Sebagian besar (80%) tetap dimiliki daerah sehingga daerah jadi berkembang. Kenapa wilayah-wilayah jajahan Romawi dan Persia begitu mudah “jatuh” ke tangan Islam? Karena pemimpin dan penduduk wilayah jajahan tersebut lebih senang dengan pemerintah Islam yang mengenakan jizyah (pajak) yang jauh lebih kecil daripada yang dikenakan Kerajaan Romawi/Persia (Ensiklopedi MS Encarta).
Karena 80-90% uang beredar di Jakarta, maka terjadi urbanisasi. Banyak penduduk dari seluruh Indonesia yang pindah ke Jakarta dan sekitarnya untuk mencari makan karena di daerah susah. Penduduk Jabodetabek pun “meledak” hingga 30 juta orang di area hanya 2000 km2. Kemacetan, polusi, dan kriminalitas pun jadi menu sehari-hari.
Mata Uang Emas yang Stabil
Krisis Ekonomi di Indonesia sering disebabkan karena melemahnya nilai uang kertas Rupiah. Bahan kertas serta biaya cetak uang kertas rupiah paling hanya Rp 30 per lembar. Nyaris tidak ada harganya. Namun oleh pemerintah kemudian dihargai dengan nilai Rp 100.000, Rp 50.000, Rp 20.000, dan sebagainya tanpa adanya jaminan sama sekali.
Nilai Rupiah, sebagaimana halnya nilai uang kertas lainnya seperti Dollar ditentukan oleh para Pelaku Pasar Uang yang memang memainkan uang sebagai alat spekulasi dengan nilai sekitar Rp 7.000 trilyun/tahun hanya di Indonesia. Tak heran jika pada tahun 1998 nilai Rupiah masih Rp 2.400/1 US$, beberapa bulan setelah Krisis Moneter nilainya hancur jadi Rp 16.700/1 US$. Setelah itu baru naik lagi ke Rp 7.000/1 US$ di zaman Habibie. Kemudian di zaman Mega dan Gus Dur jadi Rp 8.000. Lalu di zaman SBY anjlok jadi Rp 12.000/1 US$.
Jika dirunut lebih jauh, pada tahun 1946, 1 US$ = Rp 1,88. Namun tahun 2009, 1 US$ = Rp 12.000. Nilai Rupiah turun lebih dari 6.000 x terhadap Dollar. Pada tahun 1970 Ongkos Naik Haji (ONH) hanya Rp 182.000. Tahun 2009 jadi US$ 3.400 atau Rp 40,8 juta. Pada tahun 1970 mungkin orang bangga punya gaji Rp 182.000 per bulan karena dia bisa naik haji dan beli rumah tiap tahun. Tapi sekarang, pembantu pun tidak ada yang mau digaji segitu. Itulah nilai mata uang kertas Rupiah yang hancur terus-menerus meski berganti presiden dan menteri keuangan. Rakyat Indonesia akan terus termiskinkan jika upahnya yang memakai rupiah, nilainya terus merosot drastis.
Sebaliknya Dinar Emas (4,25 gram emas 22 karat) yang biasa dipakai di zaman Nabi menurut Buku Sahih Bukhari bisa dipakai untuk membeli 1-2 ekor kambing. 1.400 tahun kemudian, ternyata dengan 1 Dinar Emas (sekarang sekitar Rp 1,5 juta) kita juga bisa membeli 1-2 ekor kambing. Tidak ada penurunan nilai Mata Uang Emas terhadap barang lainnya.
Begitu pula stablitas nilai uang Dirham Perak digambarkan Allah dalam surat Al Kahfi ayat 19: “..Maka suruhlah salah seorang di antara kamu untuk pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, maka hendaklah ia membawa makanan itu untukmu…” Kejadian pada surat Al Kahfi itu sekitar 3.000 tahun lalu di mana sekitar 5 orang penghuni gua menyuruh temannya membawa beberapa uang perak/Dirham untuk membeli makanan. Ternyata dengan 3 Dirham (Nilainya sekarang sekitar Rp 100 ribu) kita juga bisa membeli makanan untuk 5 orang.
Islam juga memakai 85 gram emas sebagai nisab wajib zakat sehingga nilainya tetap relevan sepanjang zaman. Bayangkan jika kita pakai rupiah sebagai nisab, misalnya tahun 1970 nisabnya Rp 182 ribu, sekarang orang yang gajinya sebesar itu justru adalah orang yang paling miskin yang harus dizakati.
Di Ensiklopedi MS Encarta disebutkan ada 3 jenis uang: Uang Barang (Commodity Money), Uang Kredit (Credit Money), dan Uang Kertas (Fiat Money).
Uang Barang ini adalah uang yang nilai nominalnya sama dengan nilai bahannya. Contohnya Uang emas, perak, tembaga, dan sebagainya. Uang emas, perak, dan tembaga sudah digunakan selama ribuan tahun dari tahun 2.500 sebelum masehi di Mesopotamia. Islam memakai Uang Emas (Dinar), Perak (Dirham), dan Tembaga (Fulus) sebagai mata uang. Dalam mata uang barang ini sulit dimanipulasi karena Uangnya betul-betul memiliki nilai riel. Negara-negara Eropa dan Amerika juga pernah memakai emas dan perak sebagai mata uang hingga tahun 1933. Uang emas dan perak sudah terbukti selama 4.000 tahun sebagai mata uang yang stabil!
Uang Kredit adalah uang kertas yang dijamin dengan logam mulia seperti emas/perak. Contohnya hingga tahun 1971, Uang Dollar AS masih menjadi Uang Kredit karena dijamin dengan emas. Uang dollar AS bisa ditukar dengan emas dengan berat tertentu.
Karena dijamin emas, uang kredit ini lebih stabil. Meski demikian, bisa saja terjadi manipulasi yang akhirnya mengakibatkan krisis keuangan jika uang yang dikeluarkan ternyata tidak sesuai dengan emas yang dijaminkan. Misalnya dikeluarkan US$ 30.000.000 dengan jaminan 1.000 kg emas. Tapi ternyata uang yang dicetak adalah US$ 60.000.000. Sulit bagi kita untuk mengetahui kecurangan seperti itu. Walhasil karena jumlah uang berlebih, akan terjadi kemerosotan nilai uang. Inilah kekurangan Uang Kredit dibanding dengan Uang Komoditas.
Karena yang memakai Dollar AS bukan hanya warga AS, tapi seluruh penduduk dunia, akhirnya jumlah Dollar yang dipegang oleh pemerintah non AS justru 5 kali lipat lebih banyak daripada yang dimiliki pemerintah AS. Akhirnya AS tidak punya cukup emas untuk menjaminnya. Presiden AS, Richard Nixon akhirnya menghentikan jaminan emas pada tahun 1971 sehingga Dollar AS berubah jadi Fiat Money/Uang Fiat. Dollar AS tidak dijamin apa-apa. Nilainya ditentukan oleh pelaku Pasar Uang. Agar “stabil”, The Fed akhirnya menerbitkan semacam SBI dan memberi bunga bagi pemegang uang untuk mengontrol nilai Dollar/jumlah uang beredar.
Jadi penggunaan Uang Fiat itu hingga tahun 2009 ini baru berusia 38 tahun. Selama 38 tahun itu, uang lebih banyak jadi alat spekulasi ketimbang alat tukar. Karena tidak perlu jaminan apa pun, AS bebas mencetak Dollar sebanyak yang mereka mau. Sebagai contoh, tahun 2009 ini pemerintah AS mencetak US$ 1,25 Trilyun uang baru (Rp 15.000 Trilyun) atau 15 kali APBN Indonesia. Padahal untuk mendapatkan Dollar, negara-negara lain seperti Indonesia harus menjual migas, emas, tembaga, berhutang ke luar negeri, mengundang investor asing, menjual BUMN, dan sebagainya. Sementara pemerintah AS untuk mendapatkan Dollar tinggal memencet tombol printer uang Dollar. Ini adalah satu ketidak-adilan yang harus kita sadari!
Selama 38 tahun pemakaian Uang Fiat paling tidak menurut Stiglitz sudah ada 4 kali Krisis Keuangan yang menyengsarakan penduduk dunia. Di antaranya tahun 1970, 1989-1990, 1998, dan 2008-2009. Rakyat termiskinkan, perusahaan-perusahaan banyak yang tutup, PHK massal, dan sebagainya karena hancurnya nilai mata uang.
Oleh karena itu, dalam Sistem Ekonomi Islam, pemerintah harus memakai mata uang yang nilainya stabil (Uang Emas dan Uang Perak) agar pendapatan rakyat tidak digerus inflasi. Ekonomi Indonesia tidak akan jalan jika nilai mata uang Rupiah tidak stabil sehingga akhirnya barang-barang termasuk Ongkos Naik Haji dinilai dengan Dollar.
Indonesia bisa mengeluarkan Koin Emas Rupiah di mana 1 Rupiah emas = 1 gram emas 22 karat. Kalau pun uang kertas ada, itu harus dijamin dengan rupiah, misalnya Rp 100.000 = 0,1 Rupiah Emas. Namun pemerintah harus menguasai pertambangan emas, perak, dan tembaga, sebab kalau 85% hasil tambang Indonesia dinikmati asing, Indonesia akan kekurangan emas, perak, dan tembaga untuk mendukung mata uangnya. Sejelek-jeleknya, perusahaan asing tersebut cukup dapat 10%. Toh tanpa emas Indonesia, secanggih apa pun alatnya tetap tidak akan dapat emas dan akan jadi besi tua. Jika tidak setuju, silahkan bawa alatnya keluar dari Indonesia. Indonesia bisa beli alat sendiri yang lebih baru.
Pengutamaan Pertanian/Pangan
Hadis riwayat Anas bin Malik ra., ia berkata:
Rasulullah saw. bersabda: Tidak ada seorang muslim pun yang menanam suatu pohon atau bertani dengan suatu macam tanaman kemudian dimakan burung, manusia atau ternak melainkan hal itu akan menjadi sedekah baginya. (Shahih Muslim No.2904)
Makanan adalah kebutuhan manusia nomor satu. Tanpa makanan, manusia akan mati kelaparan. Oleh karena itu Islam sangat mengutamakan sektor pertanian, peternakan, dan perikanan. Meski krisis, selama makanan cukup insya Allah bangsa Indonesia akan bertahan.
Pasar Rakyat yang Egaliter
Menurut Nabi, 7 dari 8 pintu rejeki ada dalam perdagangan. Semua produksi pertanian, peternakan, pabrik, dan sebagainya harus diperdagangkan agar memberikan pemasukan bagi produsennya. Untuk itu pasar yang bisa dinikmati siapa saja termasuk oleh pedagang kecil harus tersedia.
Keberadaan Mal-mal yang menjangkau hingga ke daerah-daerah harus diawasi agar jangan sampai memonopoli produk dan mematikan Pasar Tradisional. Bagaimana pun Mal-mal yang ada umumnya harganya cukup tinggi dan seragam baik di kota mau pun di desa. Padahal pendapatan orang kota dengan orang desa berbeda. UMR tahun 2008 saja berbeda dari yang tinggi sekitar Rp 1 juta di Aceh hingga yang hanya Rp 400 ribuan di kota-kota kecil di Jawa.
Dalam Islam, orang kota tidak boleh menjual kepada orang desa. Ini untuk melindungi pedagang kecil di desa.
Hadis riwayat Anas bin Malik ra., ia berkata: Kami dilarang, seorang kota menjual kepada orang desa, meskipun saudaranya atau ayahnya. (Shahih Muslim No.2800)
Boleh dikata Mal-mal yang ada menyulitkan orang kecil untuk berdagang karena harga kiosnya sangat mahal. Sebagai contoh, di Mal di daerah Jakarta selatan, Kios dengan ukuran kurang dari 6 m2 dihargai sampai Rp 700 juta! Paling murah Rp 200 juta di ruang terbuka. Jelas tidak terjangkau oleh pedagang kecil.
Padahal Pasar seperti Pasar Tanah Abang sebelum “kebakaran” dan digusur jadi Mal, omsetnya mencapai Rp 15 trilyun/tahun.
Pada Pasar Rakyat, rakyat bisa menjual produknya dengan mudah, pedagang kecil bisa berdagang, dan para pembeli bisa membeli barang dengan harga murah.
Di Mal, hanya produk tertentu yang bisa dijual, hanya pedagang kaya yang bisa berdagang, dan harga barangnya cukup mahal sehingga hanya orang menengah ke atas yang bisa belanja di situ.
Harta Harus Beredar di Seluruh Masyarakat
Dalam Islam, harta tidak boleh hanya beredar di antara orang-orang kaya saja. Tapi juga harus mengalir ke fakir miskin dan anak yatim.
“…Harta jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu..” [Al Hasyr:7]
Uang juga tidak boleh jadi alat spekulasi di Pasar Saham dan Pasar Uang. Tapi harus mengalir sehingga bisa dipakai untuk usaha dan juga membantu orang miskin.
Tahun 2007 di BEI dari Rp 1.982 Trilyun transaksi saham, hanya Rp 18,87 T untuk ModalEmiten Baru dan Rp 25,5 T untuk tambahan modal Emiten lama. Artinya hanya 2,24% uang ke Sektor Riel, sementara 97,76% uang tersedot ke Spekulan Saham di Pasar Sekunder (Jual-Beli Saham antar spekulan). Spekulasi saham ini bisa mematikan sektor riel karena uang untuk modal usaha tidak ada!
Oleh karena itu, untuk pasar Saham primer berupa IPO di mana pengusaha menjual saham untuk modal usaha dibolehkan, sementara untuk Pasar Sekunder di mana saham dijual antar sesama spekulan saham harus dibatasi. Pemerintah bisa mengenakan PPN 10% untuk saham yang dijual.
Dalam Islam, orang berusaha itu berharap mendapat untung dari hasil usahanya (profit/deviden). Bukan dari menjual perusahaannya/saham (Capital Gain).
Barang Harus Beredar Lancar di Masyarakat. Bukan Ditimbun di Pasar Komoditas
Dari Ma’mar Ibnu Abdullah Ra bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Tidak akan menimbun (barang) kecuali orang yang berdosa.” Riwayat Muslim.
Pada Pasar Tradisional pedagang berusaha menjual barangnya ke pembeli secepat mungkin. Barang mengalir sebagai berikut:
Produsen>Distributor>Pengecer>Pembeli (Max waktu: 6 bulan)
Pada Pasar Komoditas, barang berupa kontrak pembelian baru bisa dicairkan dalam waktu 72 bulan (6 Tahun). Selama itu jadi spekulasi antar Spekulan Pasar Komoditas. Alirannya sebagai berikut:
Produsen>Perantara>Bursa>Spekulan>Spekulan>Spekulan.. >Distributor>Pengecer>Pembeli (Max waktu: 72 bulan)
Contoh Pasar Komoditas: NYMEX (New York). Akibat spekulasi ini, harga minyak dunia naik dari US$ 24/barrel pada tahun 2002 menjadi US$ 147/barrel pada tahun 2008.
Pemerintah harus berusaha menguasai barang yang jadi hajat hidup orang banyak di dalam negeri. Untuk barang impor, harus dilakukan kontrak pembelian antar pemerintah (G to G).
Melarang Ekonomi Spekulatif / Judi
Orang menganggap jual-beli saham sebagai “High Risk High Return.” Artinya “Rugi Besar Untung Besar”. Spekulatif/Judi! Demikian pula Pasar Uang dan Pasar Komoditas.
Abu Hurairah Ra berkata: Rasulullah SAW melarang jual-beli dengan cara melempar batu dan jual-beli gharar (yang belum jelas harga, barang, waktu dan tempatnya). Riwayat Muslim.
Anas berkata: Rasulullah SAW melarang jual-beli dengan cara muhaqalah (menjual biji atau tanaman dengan borongan yang masih samar ukurannya), muhadlarah (menjual buah-buahan yang belum masak yang belum tentu bisa dimakan), mulamasah (menjual sesuatu dengan hanya menyentuh), munabadzah (membeli sesuatu dengan sekedar lemparan), dan muzabanah. Riwayat Bukhari.
Ibnu Umar Radliyallaahu ‘anhu berkata: Aku pernah membeli minyak di pasar dan ketika minyak itu telah menjadi hak milikku aku bertemu dengan seseorang yang akan membelinya dengan keuntungan yang baik. Ketika aku hendak mengiyakan tawaran orang tersebut, ada seseorang dari belakang yang memegang lenganku. Aku berpaling dan ternyata ia adalah Zaid Ibnu Tsabit. Lalu ia berkata: Jangan menjualnya di tempat engkau membeli, sampai engkau membawanya ke tempatmu, sebab Rasulullah SAW melarang menjual barang di tempat barang itu dibeli sampai para pedagang membawanya ke tempat mereka. Riwayat Ahmad dan Abu Dawud dengan lafadz menurutnya. Hadits shahih menurut Ibnu Hibban dan Hakim.
Rasulullah Saw melarang penjualan karena terpaksa (dipaksa menjual karena terdesak kebutuhan) dan melarang penjualan dengan penipuan. (HR. Mashabih Assunnah)
Pada tahun 2004 ada 12 perusahaan yang IPO (menerbitkan saham) di BEJ dan 14 perusahaan yang delisting (keluar/bangkrut). Pada tahun 2007 perusahaan yang IPO ada 22 dan yang Delisting 7. Rasio antara perusahaan yang IPO vs Delisting (kemungkinan besar bangkrut) mencapai>32%
Tahun 2009 Nasabah Sarijaya Sekuritas menderita kerugian 245 milyar karena uangnya digunakan oleh pemilik Sarijaya Sekuritas. Sementara nasabah Madoff rugi US$ 50 Milyar karena transaksi Derivatif Saham.
ENRON dgn aset Rp 1000 Trilyun hancur karena perkembangan modal melebihi daya serap pasar
Islam melarang spekulasi seperti itu. Dalam Islam transaksi harus jujur dan transparan. Jika ada cacat, harus diberi tahu kepada calon pembelinya. Bukan disembunyikan atau membuat isyu agar harga barangnya naik.
Ekonomi Bebas Riba/ Rente
Salah satu penyebab Krisis Ekonomi Indonesia adalah hutang dengan riba. Pemerintah dan Swasta berhutang sampai US$ 125 Milyar lebih (Rp 1.500 Trilyun). Cicilan hutang dan bunga sampai Rp 250 Trilyun/tahun sementara APBN 2009 hanya 1.037 Trilyun.
Dalam Islam, riba/bunga itu dilarang:
Orang-orang yang makan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata, sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti dari mengambil riba, maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu; dan urusannya terserah kepada Allah. Orang yang kembali mengambil riba, maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” [Al Baqarah:275]
Jabir Ra: Rasulullah SAW melaknat pemakan riba, pemberi makan riba, penulisnya, dan dua orang saksinya. Beliau bersabda: “Mereka itu sama.” Riwayat Muslim.
Dari Abu Hurairah Ra bahwa Rasulullah SAW bersabda: “(Diperbolehkan menjual) emas dengan emas yang sama timbangannya dan sama sebanding, dan perak dengan perak yang sama timbangannya dan sama sebanding. Barangsiapa menambah atau meminta tambahan maka itu riba.” Riwayat Muslim.
Dalam Islam, pinjaman harus diberi tanpa bunga. Jika tidak, peminjam bisa menginvestasikan uangnya dan mendapat keuntungan bersama (bagi hasil).
Jaminan Sosial Bagi Penduduknya
Di negara-negara Eropa, pajak penghasilan dilakukan secara progresif. Yang miskin tidak kena pajak. Yang menengah kena pajak. Makin kaya seseorang makin besar pula pajaknya hingga 50% lebih. Namun mereka dapat kompensasi. Di Belanda jika seseorang kena PHK, dia dapat santunan 50% dari gaji pokok. Sementara di Denmark, orang-orang tua mendapat apartemen sendiri dan santunan. Setiap 2 minggu petugas sosial datang beres-beres dan berbelanja untuk kebutuhan mereka.
Dalam Islam, negara wajib mengatur agar harta dari si kaya bisa mengalir ke orang miskin. Ingat kisah Khalifah Umar yang memanggul sendiri karung makanan kepada warganya yang kelaparan?
“…Harta jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu..” [Al Hasyr:7]
“Pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian” [Adz Dzaariyaat:19]
Saat ini sekitar separuh penduduk Indonesia hidup dalam kemiskinan. Sementara 11,5 juta orang di Indonesia kelaparan. Pemerintah harus memastikan agar tidak ada orang-orang miskin di Indonesia yang kelaparan sementara segelintir lainnya jadi milyarder dengan harta trilyunan rupiahBaik dengan memberi santunan langsung mau pun memberi modal usaha/pekerjaan.
Gaji/Fasilitas yang Wajar dan Tidak Berlebihan
Salah satu pemborosan atau penyebab kehancuran ekonomi adalah gaji/fasilitas yang terlalu besar/di luar kewajaran sehingga akhirnya dana yang ada tidak mencukupi untuk kesejahteraan rakyat atau kebutuhan penting lainnya.
Sebagai contoh, banyak jenderal kita yang hartanya mencapai puluhan milyar rupiah dan punya banyak mobil mewah seperti Mercy bahkan mobil pengiringnya saja Nissan Terano atau Landcruiser. Namun ternyata Panser Amfibi yang dipakai tentaranya adalah Panser kuno yang berumur 60 tahun sehingga tenggelam sendiri bersama penumpangnya meski tidak ada musuh yang menyerang. Demikian pula dengan pesawat terbang yang umurnya rata-rata di atas 20 tahun sehingga sering jatuh sendiri. Jika perang melawan musuh, tentu akan dapat dikalahkan dengan mudah karena para jenderal lebih memilih Mercy yang nyaman bagi kepentingan pribadinya ketimbang pesawat tempur atau tank yang canggih.
Banyak pula para pejabat yang anggaran bajunya saja mencapai milyaran rupiah per tahun sehingga tiap ada acara selalu pakai baju baru sekali pakai. Padahal uang tersebut bisa dipakai untuk mencegah 11,5 juta rakyatnya yang menderita kelaparan.
Ada lagi Gubernur BI yang mengusulkan gajinya sampai Rp 300 juta/bulan melebihi gaji presiden yang “hanya” Rp 62 juta/bulan. Alhamdulillah DPR menolak dan hanya menyetujui Rp 163 juta/bulan! Jika eksekutif BI ada 5 orang dan Komisaris (yang gajinya biasanya separuh) ada 5 orang, maka total gaji/tahun hanya untuk 10 orang itu bisa mencapai Rp 29 milyar lebih setiap tahun! Bayangkan jika banyak pejabat di tiap propinsi/instansi ingin mendapat gaji sebesar itu, bisa-bisa uang negara habis hanya untuk gaji pejabatnya. Ternyata gaji raksasa yang hanya menarik orang yang serakah itu tak mampu untuk membuat para Gubernur BI lolos dari masalah hukum. Banyak Gubernur BI yang dipenjara karena masalah uang.
Banyak pula para eksekutif/komisaris perusahaan swasta yang mengumpulkan dana masyarakat seperti Bank, Asuransi, Sekuritas yang sebenarnya merampok dana masyarakat lewat gaji/bonus/deviden yang sangat besar. Mereka cukup pintar untuk melakukan “Financial Engineering” (Rekayasa Laporan Keuangan) sehinggga perusahaan seolah-olah untung dan mereka pantas menikmati gaji dan bonus besar. Kenyataannya mereka memakai uang masyarakat yang mereka himpun. Begitu krisis, pemerintah pun harus memakai uang rakyat untuk membantu perusahaan mereka. Sebagai contoh di Indonesia pada Krisis Moneter 1998 pemerintah “menalangi” Rp 600 trilyun lewat KLBI/BLBI. Pemerintah mendapat kurang dari Rp 180 trilyun dari Rp 600 trilyun yang dikeluarkan.
Di AS juga begitu, seorang pimpinan perusahaan Lehman Brothers yang menghimpun dana masyarakat, Richard Fuld, dari tahun 2000-2008 mendapat gaji dan bonus sampai US$ 484 uta (Rp 5,8 Trilyun). Diperkirakan dengan Direktur dan Komisaris yang harusnya jadi pengawas, mereka semua (sekitar 10 orang) mendapat sekitar Rp 29 trilyun sementara aset perusahaan yang tersisa hanya US$ 350 juta dan harus dilikuidasi karena bangkrut dengan hutang yang amat banyak 

Gaji Besar Eksekutif AIG
Rakyat AS marah besar ketika perusahaan AIG (American International Group) yang rugi dan diberi dana oleh pemerintah AS sebesar US$ 170 Milyar (Rp 2.040 Trilyun), namun ternyata justru membagi-bagi bonus bagi eksekutifnya senilai US$ 165 juta (Rp 1,98 Trilyun)!
Banyak perusahaan di AS yang merugi karena gaji besar yang di luar kewajaran sehingga pemerintah AS menggunakan US$ 800 milyar (Rp 9.600 Trilyun) uang pembayar pajak untuk membantu perusahaan-perusahaan yang dibuat rugi/bangkrut oleh para eksekutif perusahaan yang hidup mewah tersebut.
Gaji besar yang di luar kewajaran sehingga bisa membangkrutkan perusahaan/memiskinkan rakyat itu tak lebih dari korupsi yang dilegalkan. Mereka memakan uang rakyat dengan gaji yang di luar kewajaran. Tidak pantas rakyatnya miskin dan kelaparan sementara para pejabat justru hidup mewah dengan gaji dan bonus yang sangat besar.
Nabi Muhammad meski punya rumah dan kendaraan (onta) namun hidup sederhana. Sahabat beliau, Umar ra sempat terharu menyaksikan Nabi yang tidur di atas pelepah kurma sementara perabotan rumah nyaris tidak ada. Menurut istri Nabi, Siti ‘Aisyah, tidak pernah keluarga Nabi makan kenyang 3 hari berturut-turut. Bahkan sahabat Nabi pernah mendapati Nabi mengganjal perutnya dengan batu karena lapar. Dalam satu kisah juga disebut bahwa Khalifah Umar ra sampai mengenakan baju lusuh yang ditambal karena menolak gaji yang besar.
Nabi dan Umar memilih menggunakan uang negara yang ada di Baitul Maal untuk mensejahterakan rakyat. Bukan untuk bermewah-mewahan demi kepentingan pribadi.
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana” [At Taubah:60]
Dalam Islam, uang negara harus digunakan untuk orang-orang miskin. Bukan untuk kemewahan bagi segelintir elit pejabat. Tak pantas para pejabat bermewah-mewahan sementara banyak orang miskin termasuk Balita sampai mengemis dan mengamen di jalanan.