بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم
Sekilas Tentang Siapakah aku.
Saat ini saya sedang mengenyam pedidikan di
sebuah universitas swasta di jakarta, tepatnya di Universitas Gunadarma Depok
Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi. Saat ini saya adalah mahasiswa semester 5
atau mahasiswa tingkat 3. Saya dibesarkan didalam keluarga yang sederhana dan
harmonis, dimana orang tua saya membekali pendidikan agama yang kuat pada saya
dan adik-adik saya, terutama ayahanda tercinta selalu memberikan wejangan dari
setiap waktu yang beliau punya, beliau berpesan agar saya menjadi seorang
sarjana yang beguna bagi masyarkat dan menjadi sarjana yang taat kepada pada
aturan agama, tidak meninggalkan kewajiban dan selalu berbuat baik terhadap
sesama. Orang tua saya selalu mengajarkan kepada anak-anaknya agar berjuang dengan
keras dalam segala hal. Tidak ada istilah dimanjakan, tetapi bukan berarti kami
di didik seperti pendidikan kemiliteran. Justru dengan pendidikan yang
nampaknya keras namun disini letak kami seperti anak yang selalu dimanjakan
terutama oleh ayahanda tercinta. Menjadi anak pertama dan memiliki tiga orang
adik tidak lah gampang, ada tanggungjawab dan beban moril tersendiri, terutama
bagaimana agar kita selaku kakak bisa menjadi suri tauladan bagi adik-adik
kita. Memang pada hakikatnya tidak adamanusia yang terlahir sempurna, namun
kita harus selalu tetap tberusaha melakukan segalanya yang terbaik. Maka dari
itu banyak yang bilang anak pertama itu tingakat keegoisannya tinggi,
sebenarnya bukan itu tetapi karena pada dasarnya anak pertama itu adalah pengganti
dari orang tua kelak, jadi dia harus tegas sehingga namapak sangat terlihat
dengan jelas keotoriterannya.
Perasaan nya juga sangat peka ketika
terjadi sesuatu pada adiknya. Ketika dihadapkan pada sebuah masalah dengan
secara tidak langsung, adik-adik kita akan menirukan pola solving problem kita,
maka ketika sang kakak dihadapkan dengan sebuah masalah dan dia menyikapinya
dengan bijak dan rapih, maka begitupun adiknya. Setidaknya kalaupun adiknya
tidak mampu memecahkan masalah seperti kakaknya, dia tidak akan berbuat arogan.
Begitupun sebaliknya, ketika sang kakak dianggap bukan merupakan kakak yang
baik, tidak bisa memberikan contoh yang baik, dan tidak bisa dijadikan sebagai
tempat berlindung. Maka dia akan lari menjauh dari sang kakak, bahkan bisa jadi
walaupun perkataan kakaknya itu benar dia tidak akan mendengarnya. Saat ini,
terutama masyarakat perkotaan, saling mengayomi antara adik dan kakak sangat
lah jarang, dikarenakan pola fikir yang mengikuti gaya luar atau westernisasi.
Sehingga kakak tidak tahu apa urusan adiknya, dan adiknya pun tidak mau tau apa
yang dilakukan oleh kakaknya, sehingga seolah-seolah tak memiliki kakak dan
tidak memiliki adik, tidak memikirkan kebutuhan satu dengan yang lain, sehingga
kebutuhan harus terpenuhi saat itu juga. Dengan demikian, jadilah kakak yang
bijaksana, penuh kasih sayang, mengayomi adik-adiknya dan juga bersikap tegas.
Agar kita selaku kakak bisa dihargai
oleh sang adik dan juga menjadi contoh untuk sang adik, karena kelak ketika
orang tua telah tiada maka pastila tanggungjawab itu turun pada kita.
Untuk diri pribadi saya, saya termasuk yang
pendiam, berbicara seperlunya saja. Amanah yang orang tua titipkan kepada saya,
saya jaga sebaik mungkin. begitupun dengan waktu yang dititipkan oleh Allah,
saya berusaha mengelola sebaik mungkin. Saya termasuk pada kategori yang tidak
tega terhadap sesuatu yang lemah. Saya akan menghargai perbuatan orang sekecil
apapun itu, menurut saya penilaian objektif itu hanya milik Allah, ketika kita
mengatakan orang itu biasa saja, padahal sebenarnya dia telah berusaha untuk
luar biasa, lalu ketika kita katakan orang itu telah berbuat kesalahan, pdahal
kenyataan nya dia telah berusaha berbuat baik dan menghindari kesalahan. Kita
tidak pernah mengetahui apa yang sebenarnya terjadi pada diri orang lain,
bahkan kita juga tidak pernah menyadari apakah yang kita lakukan selama ini
benar? Apakah yang kita lakukan selama ini telah membuat orang lain bahagia?
Apakah yang telah kita berikan kepada orang lain sesuai ? jarang orang yang
berfikir kesana, mengapa demikian ? karena keegoisannya yang memikirkan untuk
kepentingannya hanya sibuk dengan urusan dan pekerjaannya, sehingga tidak
pernah perduli apa yang orang lain harapkan dari dia. Seharusnya jika kita
diberikan kepercayaan oleh Tuhan untuk menjadi penyalur kebahagiaan dan
kebaikan pada orang lain, menjadi tempat orang lain berharap kita senang. Bukan
malah membatasi diri kita memberikan yang terbaik. Allah saja dalam memberikan
karunia Nya pada hamba-Nya tidak tanggung-tanggung, hambanya yang jahat saja
tetap dia berikan reziki yang banyak. Pada pencopet, pencuri, koruptor, pada
yang taat,pada yang tidak taat, pada yang laknatulloh tetap Allah melimpahakan
karunia Nya pada hamba-hamba Nya yang sangat jauh darinya. Mengapa diri kita
sendiri tidak bisa menghargai apa yang telah orang lain lakukan ? nah.. itu
jadi pelajaran untuk kita, agar kita menjadi pribadi yang lebih baik, jangan
batasi diri kita untuk berbuat kebaikan, misalkan anda seorang dokter, lalu menganggap
biaya kuliah anda mahal saat sedang duduk dibangku perkuliahan, dan setelah
lulus anda memasang tarif pengobatan yang terlalu tinggi. Atau karena anda
seorang dokter yang anda fikir hanya bertugas memeriksa penyakit pada pasien,
setelah anda memeriksanya dan anda menyebutkan penyakitkan tanpa memberikan
penjelasan lebih. Maka saya jamin tempat praktik anda akan sepi oleh pasien
yang akan datang untuk berobat. Akibat
apa ? akibat anda hanya terlalu fokus pada materi kuliah yan diajarkan ketika
anda kuliah, hingga anda lupa kalau pasien juga butuh effection dari dokter,
walaupun hanya senyum manis saran-saran motivasi, intinya anda tidak hanya
mencari tahu penyakitnya saja, tetapi anda juga sebagai dokter harus mempunyai
nilai lebih untuk diri anda pribadi, dan karena saya adalah mahasiswa akuntansi,
ini berkenaan dengan kepuasaan konsumen. Jika konsumen puas, maka untuk promosi
jasa anda, tidak perlu anda memasang spanduk, menempel iklan dikoran, diradio
dan lain sebagainya. Maka dari itu judgement yang objektif itu hanya bisa
dilakukan oleh Allah, anda jangan berkata bahwa anda telah bertindak adil,
sesuai, padahal pada kenyataannya apa yang anda lakukan itu jauh dari yang
disebut adil, sesuai, ataupun pantas. Ada yang berkata pada saya bahwa “ hidup
ini bagai lingkaran setan, ketika kamu mempersulit orang lain, maka hidup kamu
akan dipersulit dengan sesuatu yang tidak kamu duga. Begitupun sebaliknya ketika
kamu berbuat kebaikan,memberikan kemudahahan pada orang lain, tanpa kamu sadari
hidup kamu juga penuh dengan kebaikan dan kemudahan”. Jangan takut untuk
berbuat baik, kamu tidak akan rugi untuk mengeluarkan satu dollar dari seratus
dollar yang kamu punya, bahkan seribu dollar yang kamu punya. Hidup adalah
proses, proses pembelajaran, bagaiman agar kita tahu, agar kita mengerti, kita
pahami. Jangan biarkan diri kita
menyesal karena telah melewatkan kesempatan untuk berbuat baik, kesempatan
tidak akan berulang. Pencopet saja memiliki filosofi kesempatan tidak datang
dua kali, apalagi kebaikan tidak akan ditawarkan dua kali. Itulah adalah
sepintas penilaian saya tentang objektif terhadap segala kebaikan yang tidak
terbatas, karena yang membuat kebaikan itu menjadi sempit adalah karena kita
membatasi kebaikan itu sendiri.
Ketika orang lain meminta pendapat ataupun
pada diri kita, sebaiknya kita melayani nya dengan baik. Bukan malah meremehkan
dan menganggap kesalahannya itu besar sekali, hingga menjadikan dia pesimis
untuk bangkit dan berbenah diri. Atau didepan nya kita bersikap manis
dibelkangnyakita lontarkan perktaan yang cukup menyakitkan dengan
sindiran-sindiran yang bisa menyinggung. Ketika anda dipercaya orang lain untuk
bisa membantu memecahkan persoalan yang sedang dihadapinya, seharusnya anda
bangga, dan menjaga kerahasiaan dari permasalahan tersebut. Bukan malah membuat kesal dengan sikap anda
yang ternyata tidak dapat dipercaya dan cukup menyinggung perasaannya. Kebanyakan,
dari hasil pengamatan saya pada jejaring
sosial, permasalahan yang tidak seharusnya orang lain ketrahui, malah
dibeberkan. Dan permasalahan yang seharusnya dia simpan sendiri dengan latahnya
dia keluarkan kat-kata kecil yang siftanya menyindir. Entah itu menjadi quote untuk
dirinya atu mempunyai tujuan merndahkan. Sebagai contoh saya buar ilustrasi
seperti dioalog antara ani dan sinta dibawah ini:
Ani : sinta saya merasa telah melakukan kesalahan, saya tidak mengerti apa
yang harus saya lakukan atas permasalahan ini ?
Sinta : letak kesalah kamu dimana?
Ani : saya merasa ada hambatan untuk
pekerjaan saya ini, lalu bagaiman menurut mu?
Sinta : kamu jangan berfikir terlalu jauh,
pada waktunya nanti itu semua tidak serumit yang kamu bayangkan .
Ani : ia saya mengerti, namun ini adalah
kali pertama saya menghadapi permasalahan seperti ini, saya bukannya takut
seperti yang kamu fikirkan sinta, saya hanya khawatir saya tidak bisa
menanganinya.
Sinta :
sudahlah kamu optimis saja
(dijejaring sosial 30 menit kemudian)
Sinta menulis seperti dibawah ini diakun
jejaring sosialnya :
“saya memang lemah, tapi saya tidak akan
pesimis, saya yakin saya pasti sukses.”
Secara tak sengaja ani membacanya, pastilah
ani merasa sedih. Pastilah bertambah kacau fikirannya saat itu, karena akan
terjadi dua penilaian apakah kata-kata yang dicantumkan itu memovitasi diri si
sinta atau untuk menyindir keadaan ani saat itu. Maka sesuai dengan sabda Rasululloh
SAW : manusia yang selamat adalah, manusia yang selamat dari lisannya, dari
tangannya, dari yang selamat dari diantara perut dan kakinya. Maka karena lisan
tidak bertulang, sebaiknya dipertimbangkan dahulu sebelumnya apa-apa kata-kata
yang akan dikeluarkan, sehingga tidak menyinggung perasaan orang lain. Atau lebih
baik diam, sahabat Rasululloh saw abu bakar mengisi mulutnya dengan batu agar
tidak berbicara yang tidak baik, beliau hanya berbicara seperlunya saja. Inti
dari semua yang saya ceritakan tadi adalah, menjadi seorang yang baik itu tidak
cukup dengan perkataan namun harus dipraktikkan agar sesuai antara perkataan
dengan perbuatan dan pada khirnya hati yang menjadi cerminan jiwa.