PENALARAN
DEDUKTIF
Penalaran
Deduktif adalah proses penalaran untuk menarik kesimpulan berupa prinsip atau
sikap yang khusus berdasarkan fakta-fakta yang bersifat umum. Proses penalaran
ini disebut Deduksi. Kesimpulan deduktif dibentuk dengan cara deduksi. Yaitu
dimulai dari hal-hal umum, mengarah kepada hal-hal yang khusus atau hal-hal
yang lebih rendah.
Dalam pengertian lain Kata deduksi berasal dari
kata Latin deducere (de yang berarti ‘dari’, dan kata decure yang berarti
‘menghantar’,’memimpin’). Dengan demikian kata deduksi yang diturunkan dari
kata itu berarti ‘menghantar dari sesuatu hal ke sesatu hal yang lain’. Sebagai
suatu istilah dari penalaran, deduksi merupakan suatu proses berpikir
(penalaran) yang bertolak dari sesuatu proposisi yang sudah ada, menuju kepada
suatu proposisi baru yang berbentuk suatu kesimpulan. Uraian mengenai proses
berfikir deduktif akan dilangsungkan melalu beberapa corak berpikir deduktif,
yaitu : silogisme kategorial, silogisme hipotesis, silogisme disjungtif atau
silogisme alternatif, entimen, rantai deduksi, dan teknik pengujuan kebenaran
atas tiap corak penalaran deduktif itu.
1.
Silogisme
Silogisme adalah suatu bentuk proses
penalaran yang berusaha menghubungkan dua proposisi (pernyataan) yang berlainan
untuk menurunkan suatu kesimpulan atau inferensi yang merupakan prosposisi yang
ketiga.
1.1.
Silogisme kategorial
kategorial dapat dibatasi sebagai
suatu argumen deduktif yang mengandung suatu rangkaian yang terdiri dari tiga
proposisi katergorial, yang disusun sedemikian rupa sehingga ada tiga term yang
muncul dalam rangkaian pernyataan itu. Tiap-tiap term hanya boleh muncul dalam
dua pernyataan, contoh :
·
Semua Auditor adalah lulusan sarjana Akuntansi
·
Ayu adalah seorang Auditor
·
Konklusi :
Ayu adalah lulusan sarjana Akuntansi
1.2.
Silogisme hipotesis atau silogisme pengandaian
adalah semacam pola penalaran
deduktif yang mengandung hipotese. Silogisme hipotetis bertolak dari suatu
pendirian, bahwa ada kemungkinan apa yang disebut dalam proposisi itu tidak ada
atau tidak terjadi. Premis mayornya mengandung pernyataan yang bersifat
hipotesis. Oleh karena sebab itu rumus proposisi mayor dari silogisme ini
adalah: jika A è B
·
Premis mayor :
Jika ketua Mahkamah Konstitusi melakukan tindakan penyuapan maka dia akan dipenjara
·
Premis
minor : Ketua Mahkamah Konstitusi melakukan tindakan penyuapan
·
Konklusi :
oleh sebab itu dia akan dipenjara.
1.3.
Silogisme Alternatif (disjungtif).
Jenis silogisme yang ketiga adalah
silogisme alternatif atau disebut juga silogisme disjungtif. Silogisme ini
dinamakan demikian, karena proposisi mayornya merupakan sebuah proposisi yang
mengandung kemungkinan-kemungkinan atau pilihan-pilihan. Sebaliknya porposisi
minornya adalah proposisi kategorial yang menerima atau menolak salah satu
alternatifnya. Sebagai contoh berikut :
Premis
mayor : Ayu memilih jurusan Akuntansi
atau Teknik Geofisika
Premis
minor : Ayu memilih jurusan Akuntansi
Konklusi :
oleh karena itu, Ayu tidak memilih jurusan Teknik Geofisika
2.
Entimen
Silogisme sebagai suatu cara untuk
menyatakan pikiran tampaknya bersifat artifisial. Dalam kehidupan sehari-hari
biasanya silogisme itu muncul hanya dengan dua proposisi, salah satunya
dihilangkan. Walaupun dihilangkan, proposisi itu tetap dianggap ada dalam
pikiran, dan dianggap diketahui pula oleh orang lain. Bentuk semacam ini
dinamakan entimem yang berarti ‘simpan dalam ingatan’ dalam bahasa yunani.
Dalam tulisan-tulisan bentuk inilah yang dipergunakan, dan bukan bentuk yang
formal seperti silogisme. Contoh :
Ø
Semua dosen fakultas Ekonomi Gunadarma adalah
lulusan Sarjana Magister
Ø
Ibu Desy adalah dosen fakultas ekonomi Gunadarma
Ø
Oleh karena itu, ibu Desy adalah lulusan Sarjana
Magister