Sistem Ekonomi Islam yang Pro Rakyat
Kemandirian Ekonomi
“Hai
orang-orang yang beriman, Sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis, maka
janganlah mereka mendekati Masjidilharam sesudah tahun ini. Dan jika kamu
khawatir menjadi miskin, maka Allah nanti akan memberimu kekayaan kepadamu dari
karuniaNya, jika Dia menghendaki. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Bijaksana.” [At Taubah:28]
“Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi
wali] dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Inginkah kamu
mengadakan alasan yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu) ?” [An Nisaa’:144]
Ayat Al Qur’an di atas memerintahkan
ummat Islam untuk melarang orang-orang Kafir masuk kota Mekkah meski
perekonomian waktu itu bergantung pada mereka. Sebagian takut miskin. Tapi
Allah mengatakan jangan khawatir jadi miskin karena Allah justru akan menjadikan
mereka kaya. Dan buktinya penduduk Mekkah hingga saat ini menjadi kaya, karena
mereka menikmati perekonomian mereka. Tidak didominasi oleh perusahaan asing.
90% Migas Indonesia dikuasai oleh
perusahaan-perusahaan asing. Akibatnya 6 dari 7 perusahaan Migas Asing yang
beroperasi di Indonesia (dan juga negara-negara lain) masuk dalam daftar 10
perusahaan dengan pendapatan terbesar versi majalah Forbes 500 (misalnya
pendapatan Exxon tahun 2007 US$ 452 Milyar / Rp 542 Trilyun) sementara
mayoritas rakyat Indonesia hidup dalam kemiskinan. Paling tidak mereka menikmati 40%
hasil Migas Indonesia. Ini jika angka produksi yang mereka laporkan benar.
Karena menurut Amien Rais, sulit menghitung berapa banyak gas yang dihasilkan
dari bumi Indonesia jika langsung dialirkan melalui pipa ke Singapura.
Kemudian untuk Pertambangan Emas,
Perak, Tembaga, dsb lebih parah lagi. Perusahaan Asing mendapat bagian terbesar
(85%) sementara 240 juta rakyat Indonesia harus puas dengan bagian kecil 15%.
Padahal tambang minyak itu teknologi
tua yang ratusan tahun umurnya sementara tambang emas itu ribuan tahun lalu
orang sudah biasa melakukannya. Mayoritas pekerja di perusahaan-perusahaan asing tersebut juga putera
Indonesia. Jadi tidak ada alasan bahwa Indonesia tidak bisa mengelola sendiri
kekayaan alamnya.
Presiden Venezuela, Hugo Chavez
menasionalisasi perusahaan Migas, begitu pula Arab Saudi sudah lebih dulu
menasionalisasi perusahaan minyak tahun 1974 akhirnya meningkatkan pendapatan
pemerintah secara besar-besaran sehingga bisa mendanai pembangunan ekonomi
secara masif (MS Encarta).
“The latter
development, along with SAUDI
ARABIA’S 1974 TAKEOVER OF CONTROLLING INTEREST IN THE HUGE OIL COMPANY ARAMCO,
GREATLY INCREASED GOVERNMENT REVENUE, THUS PROVIDING FUNDSfor another
massive economic development plan.” [Ensiklopedi Microsoft Encarta]
Agar Indonesia bisa maju, maka para
politisi/pemimpin Indonesia apalagi yang Muslim jangan menjadi budak perusahaan
asing/kafir. Mereka harusnya punya kesadaran untuk membuat Indonesia jadi
bangsa yang mandiri.
Menurut PENA, dari kekayaan alam
Indonesia, setiap tahun perusahaan-perusahaan asing mendapat Rp 2.000
Trilyun/tahun. Bagaimana rakyat Indonesia bisa makmur? Oleh karena itu jika
perusahaan-perusahaan asing tersebut memberi Rp 10-20 trilyun kepada para
comprador-nya (kaki tangannya) di Indonesia, mereka tetap jauh lebih untung.
Meski para kaki tangan tersebut
beserta kroninya makmur, tapi mayoritas rakyat Indonesia jadi miskin. Padahal
jika mereka berpikir jauh ke depan, mereka bisa membuat rakyat Indonesia makmur
bersama mereka seperti Arab Saudi jika mengelola kekayaan alam sendiri.
Ketika saya ke Arab Saudi tahun
1983, jarang ada Sepeda Motor. Rata-rata rakyatnya punya mobil. Hebatnya lagi
hampir tiap tahun mereka ganti mobil. Listrik dan Rumah Sakit gratis. Sekolah
bukan hanya gratis, tapi siswanya diberi uang saku hingga ke Perguruan Tinggi.
Itulah hasil yang didapatkan jika kekayaan alam bisa dinikmati 100% oleh bangsa
sendiri.
Memang Arab Saudi minyaknya banyak. Tapi Indonesia bukan cuma punya
Migas. Indonesia punya emas, tembaga, perak, hutan, kebun, sawah, dan laut yang
luas (5 juta km2 atau lebih dari 2 x luas Arab Saudi). Jika kekayaan alam
dikelola sendiri, maka Rp 2.000 trilyun/tahun bisa dinikmati Indonesia,
sehingga APBN 2009 bisa mencapai 3.000 Trilyun lebih.
Kemandirian Nasional bisa menghemat
devisa dan membuka banyak lapangan kerja. Sebagai contoh, di Indonesia pasar
kendaraan bermotor terdiri dari 6,2 juta sepeda motor dan 1 juta mobil/tahun
dengan nilai sekitar Rp 224 Trilyun/tahun. Indonesia bisa menghemat Rp 224
trilyun/tahun jika presiden Indonesia mendukung PT Inka yang sudah berhasil
membuat kancil untuk membuat mobil Gea yang harganya hanya Rp 40 juta dengan
konsumsi bensin 1:30.
Pasar Susu ada sekitar Rp 30
trilyun. Namun 80% lebih Indonesia impor.Pasar Kedelai sekitar Rp 12 Trilyun.
Namun Indonesia impor 60%. Pemerintah bisa menyediakan modal tanah dan uang
kepada para petani agar pasar susu dan kedelai bisa dipenuhi 100% dari dalam
negeri.
Harusnya dana APBN Rp 1.000 trilyun
lebih minimal 10% digunakan untuk hal yang produktif berupa pendanaan atau
pembentukan BUMN baru agar kebutuhan dalam negeri bisa dipenuhi sendiri secara
mandiri. Untuk setiap sektor, misalnya Migas paling tidak harus dibuat 3 BUMN
agar mereka bisa kompetitif dan ada bahan perbandingan bagi pemerintah/wakil
rakyat untuk mengevaluasi kinerja BUMN tersebut.
Pemerintah Memenuhi Kebutuhan Dasar Rakyatnya
Rasulullah
Saw melarang orang menjual air (Mutafaq’alaih)
Sistem Ekonomi Kapitalis
Neoliberalisme memperdagangkan semua barang termasuk air yang merupakan
kebutuhan vital manusia dengan harga setinggi-tingginya.
Contoh Neoliberalis kuno adalah
Orang Yahudi yang menjual air kepada penduduk Madinah. Kalau tidak punya uang, silahkan
mati kehausan. Islam tidak begitu!
Islam melarang jual-beli air.
Jikaada yang memprosesnya dari kotor hingga bisa diminum, hanya boleh menjual
sekedar mengganti ongkos produksi dan keuntungan ala kadarnya.
Nabi Muhammad untuk hal-hal yang
jadi kebutuhan rakyat seperti air, tidak mengikuti pasar. Tapi justru
menggratiskannya kepada rakyat.
Ketika seorang Yahudi menjual air
dengan harga tinggi ke pada rakyat Madinah, Nabi meminta sahabat untuk membeli
sumur air milik Yahudi tersebut. Sumur air tersebut dibeli, kemudian airnya
dibagikan gratis untuk rakyat
Ini diikuti oleh para Founding
Fathers Negara Indonesia:
Cabang-cabang
produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak
dikuasai oleh negara UUD 45 Pasal 33 ayat 2
Dalam Islam, negara memenuhi
kebutuhan vital bagi rakyatnya secara gratis. Bukan menjual dengan harga
”Pasar” yang dipermainkan oleh para spekulan!
Oleh karena itu Privatisasi Air yang
menjadikan air jadi mahal serta harga BBM yang mengikuti harga Pasar Komoditas
NYMEX New York yang dimainkan oleh para Spekulan Pasar bertentangan dengan
Sistem Ekonomi Islam.
Modal Produksi Penting Dimiliki Bersama
Faktor Produksi Penting seperti air,
padang rumput, dan api (energi) menurut Islam adalah milik ummat Islam bersama.
Bukan justru diserahkan untuk dimonopoli oleh orang-orang kafir harbi atau
dimonopoli segelintir pengusaha.
Kaum
muslimin berserikat (memiliki bersama) dalam tiga hal, yaitu air, rerumputan
(di padang rumput yang tidak bertuan), dan api (migas/energi). (HR. Ahmad dan
Abu Daud)
Para pendiri bangsa Indonesia
menyadari pentingnya hal itu sehingga merumuskan UUD 45 yang sejalan dengan
hadits di atas:
Bumi dan air
dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat UUD 45 Pasal 33 ayat 3
Neoliberalisme memberi MNC Monopoli
atas Modal Tanah, Uang, Pertambangan. Rakyat nyaris tidak mendapat apa-apa
sehingga tidak bisa berusaha.
69,4 juta hektar tanah dikuasai oleh
652 pengusaha atau satu pengusaha rata-rata 106 ribu hektar sementara mayoritas
petani lahannya menurut Bank Dunia kurang dari 0,4 hektar! Bahkan banyak petani
yang tidak punya lahan sehingga hanya jadi buruh tani dengan penghasilan kurang
dari Rp 300 ribu/bulan!
Ada ketidak adilan. Segelintir orang
dapat lebih dari 100 ribu hektar per orang, sementara banyak buruh tani tidak
punya tanah sama sekali. Dalam Islam, lahan tersebut milik bersama. Harus
dibagi secara adil. Perlu Reformasi Tanah / Agraria agar semua pihak bisa
mendapat tanah negara secara adil sehingga semua bisa berusaha/bekerja.
Dari Said bin Zaid bin Amru bin Nufail ra.: Bahwa
Rasulullah saw. bersabda: Barang siapa mengambil sejengkal tanah dengan zalim,
maka Allah akan mengalungkannya di hari kiamat setebal tujuh lapis bumi.
(Shahih Muslim No.3020)
Pendapatan Daerah untuk Pembangunan Daerah
Banyak propinsi/daerah yang kaya
Sumber Daya Alam, tapi ternyata kabupaten dengan penduduk termiskin juga ada di
propinsi itu. Ini karena sebagian besar pendapatan daerah (berupa migas, emas,
perak, dsb) disedot ke Pusat hingga 90% lebih. Akibatnya penduduk daerah
tersebut jadi miskin. Contohnya adalah di Aceh, Riau, Papua, dan sebagainya.
Tak heran jika akhirnya ada aksi Separatisme karena kekecewaan penduduk daerah.
Dalam Islam, pungutan untuk biaya
keamanan dan pemerintahan tak lebih dari 20%. Sebagian besar (80%) tetap
dimiliki daerah sehingga daerah jadi berkembang. Kenapa wilayah-wilayah jajahan
Romawi dan Persia begitu mudah “jatuh” ke tangan Islam? Karena pemimpin dan
penduduk wilayah jajahan tersebut lebih senang dengan pemerintah Islam yang
mengenakan jizyah (pajak) yang jauh lebih kecil daripada yang dikenakan
Kerajaan Romawi/Persia (Ensiklopedi MS Encarta).
Karena 80-90% uang beredar di
Jakarta, maka terjadi urbanisasi. Banyak penduduk dari seluruh Indonesia yang
pindah ke Jakarta dan sekitarnya untuk mencari makan karena di daerah susah.
Penduduk Jabodetabek pun “meledak” hingga 30 juta orang di area hanya 2000 km2.
Kemacetan, polusi, dan kriminalitas pun jadi menu sehari-hari.
Mata Uang Emas yang Stabil
Krisis Ekonomi di Indonesia sering
disebabkan karena melemahnya nilai uang kertas Rupiah. Bahan kertas serta biaya
cetak uang kertas rupiah paling hanya Rp 30 per lembar. Nyaris tidak ada
harganya. Namun oleh pemerintah kemudian dihargai dengan nilai Rp 100.000, Rp
50.000, Rp 20.000, dan sebagainya tanpa adanya jaminan sama sekali.
Nilai Rupiah, sebagaimana halnya
nilai uang kertas lainnya seperti Dollar ditentukan oleh para Pelaku Pasar Uang
yang memang memainkan uang sebagai alat spekulasi dengan nilai sekitar Rp 7.000
trilyun/tahun hanya di Indonesia. Tak heran jika pada tahun 1998 nilai Rupiah
masih Rp 2.400/1 US$, beberapa bulan setelah Krisis Moneter nilainya hancur
jadi Rp 16.700/1 US$. Setelah itu baru naik lagi ke Rp 7.000/1 US$ di zaman
Habibie. Kemudian di zaman Mega dan Gus Dur jadi Rp 8.000. Lalu di zaman SBY
anjlok jadi Rp 12.000/1 US$.
Jika dirunut lebih jauh, pada tahun
1946, 1 US$ = Rp 1,88. Namun tahun 2009, 1 US$ = Rp 12.000. Nilai Rupiah turun
lebih dari 6.000 x terhadap Dollar. Pada tahun 1970 Ongkos Naik Haji (ONH)
hanya Rp 182.000. Tahun 2009 jadi US$ 3.400 atau Rp 40,8 juta. Pada tahun 1970
mungkin orang bangga punya gaji Rp 182.000 per bulan karena dia bisa naik haji
dan beli rumah tiap tahun. Tapi sekarang, pembantu pun tidak ada yang mau
digaji segitu. Itulah nilai mata uang kertas Rupiah yang hancur terus-menerus
meski berganti presiden dan menteri keuangan. Rakyat Indonesia akan terus
termiskinkan jika upahnya yang memakai rupiah, nilainya terus merosot drastis.
Sebaliknya Dinar Emas (4,25 gram
emas 22 karat) yang biasa dipakai di zaman Nabi menurut Buku Sahih Bukhari bisa
dipakai untuk membeli 1-2 ekor kambing. 1.400 tahun kemudian, ternyata dengan 1
Dinar Emas (sekarang sekitar Rp 1,5 juta) kita juga bisa membeli 1-2 ekor
kambing. Tidak ada penurunan nilai Mata Uang Emas terhadap barang lainnya.
Begitu pula stablitas nilai uang
Dirham Perak digambarkan Allah dalam surat Al Kahfi ayat 19: “..Maka suruhlah
salah seorang di antara kamu untuk pergi ke kota dengan membawa uang perakmu
ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, maka hendaklah ia
membawa makanan itu untukmu…” Kejadian pada surat Al Kahfi itu sekitar 3.000
tahun lalu di mana sekitar 5 orang penghuni gua menyuruh temannya membawa
beberapa uang perak/Dirham untuk membeli makanan. Ternyata dengan 3 Dirham
(Nilainya sekarang sekitar Rp 100 ribu) kita juga bisa membeli makanan untuk 5
orang.
Islam juga memakai 85 gram emas
sebagai nisab wajib zakat sehingga nilainya tetap relevan sepanjang zaman.
Bayangkan jika kita pakai rupiah sebagai nisab, misalnya tahun 1970 nisabnya Rp
182 ribu, sekarang orang yang gajinya sebesar itu justru adalah orang yang
paling miskin yang harus dizakati.
Di Ensiklopedi MS Encarta disebutkan
ada 3 jenis uang: Uang Barang (Commodity Money), Uang Kredit (Credit Money),
dan Uang Kertas (Fiat Money).
Uang Barang ini adalah uang yang
nilai nominalnya sama dengan nilai bahannya. Contohnya Uang emas, perak,
tembaga, dan sebagainya. Uang emas, perak, dan tembaga sudah digunakan selama
ribuan tahun dari tahun 2.500 sebelum masehi di Mesopotamia. Islam memakai Uang
Emas (Dinar), Perak (Dirham), dan Tembaga (Fulus) sebagai mata uang. Dalam mata
uang barang ini sulit dimanipulasi karena Uangnya betul-betul memiliki nilai
riel. Negara-negara Eropa dan Amerika juga pernah memakai emas dan perak
sebagai mata uang hingga tahun 1933. Uang emas dan perak sudah terbukti selama
4.000 tahun sebagai mata uang yang stabil!
Uang Kredit adalah uang kertas yang
dijamin dengan logam mulia seperti emas/perak. Contohnya hingga tahun 1971,
Uang Dollar AS masih menjadi Uang Kredit karena dijamin dengan emas. Uang dollar AS bisa ditukar dengan
emas dengan berat tertentu.
Karena dijamin emas, uang kredit ini
lebih stabil. Meski demikian, bisa saja terjadi manipulasi yang akhirnya
mengakibatkan krisis keuangan jika uang yang dikeluarkan ternyata tidak sesuai
dengan emas yang dijaminkan. Misalnya dikeluarkan US$ 30.000.000 dengan jaminan
1.000 kg emas. Tapi ternyata uang yang dicetak adalah US$ 60.000.000. Sulit
bagi kita untuk mengetahui kecurangan seperti itu. Walhasil karena jumlah uang
berlebih, akan terjadi kemerosotan nilai uang. Inilah kekurangan Uang Kredit
dibanding dengan Uang Komoditas.
Karena yang memakai Dollar AS bukan
hanya warga AS, tapi seluruh penduduk dunia, akhirnya jumlah Dollar yang
dipegang oleh pemerintah non AS justru 5 kali lipat lebih banyak daripada yang
dimiliki pemerintah AS. Akhirnya AS tidak punya cukup emas untuk menjaminnya.
Presiden AS, Richard Nixon akhirnya menghentikan jaminan emas pada tahun 1971
sehingga Dollar AS berubah jadi Fiat Money/Uang Fiat. Dollar AS tidak dijamin
apa-apa. Nilainya ditentukan oleh pelaku Pasar Uang. Agar “stabil”, The Fed
akhirnya menerbitkan semacam SBI dan memberi bunga bagi pemegang uang untuk
mengontrol nilai Dollar/jumlah uang beredar.
Jadi penggunaan Uang Fiat itu hingga
tahun 2009 ini baru berusia 38 tahun. Selama 38 tahun itu, uang lebih banyak
jadi alat spekulasi ketimbang alat tukar. Karena tidak perlu jaminan apa pun,
AS bebas mencetak Dollar sebanyak yang mereka mau. Sebagai contoh, tahun 2009
ini pemerintah AS mencetak US$ 1,25 Trilyun uang baru (Rp 15.000 Trilyun) atau
15 kali APBN Indonesia. Padahal untuk mendapatkan Dollar, negara-negara lain
seperti Indonesia harus menjual migas, emas, tembaga, berhutang ke luar negeri,
mengundang investor asing, menjual BUMN, dan sebagainya. Sementara pemerintah
AS untuk mendapatkan Dollar tinggal memencet tombol printer uang Dollar. Ini adalah
satu ketidak-adilan yang harus kita sadari!
Selama 38 tahun pemakaian Uang Fiat
paling tidak menurut Stiglitz sudah ada 4 kali Krisis Keuangan yang
menyengsarakan penduduk dunia. Di antaranya tahun 1970, 1989-1990, 1998, dan
2008-2009. Rakyat termiskinkan, perusahaan-perusahaan banyak yang tutup, PHK
massal, dan sebagainya karena hancurnya nilai mata uang.
Oleh karena itu, dalam Sistem
Ekonomi Islam, pemerintah harus memakai mata uang yang nilainya stabil (Uang
Emas dan Uang Perak) agar pendapatan rakyat tidak digerus inflasi. Ekonomi
Indonesia tidak akan jalan jika nilai mata uang Rupiah tidak stabil sehingga
akhirnya barang-barang termasuk Ongkos Naik Haji dinilai dengan Dollar.
Indonesia bisa mengeluarkan Koin
Emas Rupiah di mana 1 Rupiah emas = 1 gram emas 22 karat. Kalau pun uang kertas
ada, itu harus dijamin dengan rupiah, misalnya Rp 100.000 = 0,1 Rupiah Emas.
Namun pemerintah harus menguasai pertambangan emas, perak, dan tembaga, sebab
kalau 85% hasil tambang Indonesia dinikmati asing, Indonesia akan kekurangan
emas, perak, dan tembaga untuk mendukung mata uangnya. Sejelek-jeleknya,
perusahaan asing tersebut cukup dapat 10%. Toh tanpa emas Indonesia, secanggih
apa pun alatnya tetap tidak akan dapat emas dan akan jadi besi tua. Jika tidak
setuju, silahkan bawa alatnya keluar dari Indonesia. Indonesia bisa beli alat
sendiri yang lebih baru.
Pengutamaan Pertanian/Pangan
Hadis riwayat Anas bin Malik ra., ia
berkata:
Rasulullah
saw. bersabda: Tidak ada seorang muslim pun yang menanam suatu pohon atau bertani
dengan suatu macam tanaman kemudian dimakan burung, manusia atau ternak
melainkan hal itu akan menjadi sedekah baginya. (Shahih Muslim No.2904)
Makanan adalah kebutuhan manusia
nomor satu. Tanpa makanan, manusia akan mati kelaparan. Oleh karena itu Islam
sangat mengutamakan sektor pertanian, peternakan, dan perikanan. Meski krisis,
selama makanan cukup insya Allah bangsa Indonesia akan bertahan.
Pasar Rakyat yang Egaliter
Menurut Nabi, 7 dari 8 pintu rejeki
ada dalam perdagangan. Semua produksi pertanian, peternakan, pabrik, dan
sebagainya harus diperdagangkan agar memberikan pemasukan bagi produsennya.
Untuk itu pasar yang bisa dinikmati siapa saja termasuk oleh pedagang kecil
harus tersedia.
Keberadaan Mal-mal yang menjangkau
hingga ke daerah-daerah harus diawasi agar jangan sampai memonopoli produk dan
mematikan Pasar Tradisional. Bagaimana pun Mal-mal yang ada umumnya harganya
cukup tinggi dan seragam baik di kota mau pun di desa. Padahal pendapatan orang
kota dengan orang desa berbeda. UMR tahun 2008 saja berbeda dari yang tinggi
sekitar Rp 1 juta di Aceh hingga yang hanya Rp 400 ribuan di kota-kota kecil di
Jawa.
Dalam Islam, orang kota tidak boleh
menjual kepada orang desa. Ini untuk melindungi pedagang kecil di desa.
Hadis riwayat Anas bin Malik ra., ia
berkata: Kami dilarang, seorang kota menjual kepada orang desa, meskipun
saudaranya atau ayahnya. (Shahih Muslim No.2800)
Boleh dikata Mal-mal yang ada
menyulitkan orang kecil untuk berdagang karena harga kiosnya sangat mahal.
Sebagai contoh, di Mal di daerah Jakarta selatan, Kios dengan ukuran kurang
dari 6 m2 dihargai sampai Rp 700 juta! Paling murah Rp 200 juta di ruang
terbuka. Jelas tidak terjangkau oleh pedagang kecil.
Padahal Pasar seperti Pasar Tanah
Abang sebelum “kebakaran” dan digusur jadi Mal, omsetnya mencapai Rp 15
trilyun/tahun.
Pada Pasar Rakyat, rakyat bisa
menjual produknya dengan mudah, pedagang kecil bisa berdagang, dan para pembeli
bisa membeli barang dengan harga murah.
Di Mal, hanya produk tertentu yang
bisa dijual, hanya pedagang kaya yang bisa berdagang, dan harga barangnya cukup
mahal sehingga hanya orang menengah ke atas yang bisa belanja di situ.
Harta Harus Beredar di Seluruh Masyarakat
Dalam Islam, harta tidak boleh hanya
beredar di antara orang-orang kaya saja. Tapi juga harus mengalir ke fakir
miskin dan anak yatim.
“…Harta
jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu..” [Al Hasyr:7]
Uang juga tidak boleh jadi alat
spekulasi di Pasar Saham dan Pasar Uang. Tapi harus mengalir sehingga bisa
dipakai untuk usaha dan juga membantu orang miskin.
Tahun 2007 di BEI dari Rp 1.982
Trilyun transaksi saham, hanya Rp 18,87 T untuk ModalEmiten Baru dan Rp 25,5 T
untuk tambahan modal Emiten lama. Artinya hanya 2,24% uang ke Sektor Riel, sementara
97,76% uang tersedot ke Spekulan Saham di Pasar Sekunder (Jual-Beli Saham antar
spekulan). Spekulasi saham ini bisa mematikan sektor riel karena uang untuk
modal usaha tidak ada!
Oleh karena itu, untuk pasar Saham
primer berupa IPO di mana pengusaha menjual saham untuk modal usaha dibolehkan,
sementara untuk Pasar Sekunder di mana saham dijual antar sesama spekulan saham
harus dibatasi. Pemerintah bisa mengenakan PPN 10% untuk saham yang dijual.
Dalam Islam, orang berusaha itu
berharap mendapat untung dari hasil usahanya (profit/deviden). Bukan dari
menjual perusahaannya/saham (Capital Gain).
Barang Harus Beredar Lancar di Masyarakat. Bukan Ditimbun di Pasar
Komoditas
Dari Ma’mar Ibnu Abdullah Ra bahwa
Rasulullah SAW bersabda: “Tidak akan menimbun (barang) kecuali orang yang
berdosa.” Riwayat Muslim.
Pada Pasar Tradisional pedagang
berusaha menjual barangnya ke pembeli secepat mungkin. Barang mengalir sebagai
berikut:
Produsen>Distributor>Pengecer>Pembeli
(Max waktu: 6 bulan)
Pada Pasar Komoditas, barang berupa
kontrak pembelian baru bisa dicairkan dalam waktu 72 bulan (6 Tahun). Selama
itu jadi spekulasi antar Spekulan Pasar Komoditas. Alirannya sebagai berikut:
Produsen>Perantara>Bursa>Spekulan>Spekulan>Spekulan..
>Distributor>Pengecer>Pembeli (Max waktu: 72 bulan)
Contoh Pasar Komoditas: NYMEX (New
York). Akibat spekulasi ini, harga minyak dunia naik dari US$ 24/barrel pada
tahun 2002 menjadi US$ 147/barrel pada tahun 2008.
Pemerintah harus berusaha menguasai
barang yang jadi hajat hidup orang banyak di dalam negeri. Untuk barang impor,
harus dilakukan kontrak pembelian antar pemerintah (G to G).
Melarang Ekonomi Spekulatif / Judi
Orang menganggap jual-beli saham
sebagai “High Risk High Return.” Artinya “Rugi Besar Untung Besar”.
Spekulatif/Judi! Demikian pula Pasar Uang dan Pasar Komoditas.
Abu Hurairah Ra berkata: Rasulullah
SAW melarang jual-beli dengan cara melempar batu dan jual-beli gharar (yang
belum jelas harga, barang, waktu dan tempatnya). Riwayat Muslim.
Anas berkata: Rasulullah SAW
melarang jual-beli dengan cara muhaqalah (menjual biji atau tanaman dengan
borongan yang masih samar ukurannya), muhadlarah (menjual buah-buahan yang
belum masak yang belum tentu bisa dimakan), mulamasah (menjual sesuatu dengan
hanya menyentuh), munabadzah (membeli sesuatu dengan sekedar lemparan), dan
muzabanah. Riwayat Bukhari.
Ibnu Umar Radliyallaahu ‘anhu
berkata: Aku pernah membeli minyak di pasar dan ketika minyak itu telah menjadi
hak milikku aku bertemu dengan seseorang yang akan membelinya dengan keuntungan
yang baik. Ketika aku hendak mengiyakan tawaran orang tersebut, ada seseorang
dari belakang yang memegang lenganku. Aku berpaling dan ternyata ia adalah Zaid
Ibnu Tsabit. Lalu ia berkata: Jangan menjualnya di tempat engkau membeli,
sampai engkau membawanya ke tempatmu, sebab Rasulullah SAW melarang menjual
barang di tempat barang itu dibeli sampai para pedagang membawanya ke tempat
mereka. Riwayat Ahmad dan Abu Dawud dengan lafadz menurutnya. Hadits shahih
menurut Ibnu Hibban dan Hakim.
Rasulullah Saw melarang penjualan
karena terpaksa (dipaksa menjual karena terdesak kebutuhan) dan melarang
penjualan dengan penipuan. (HR. Mashabih Assunnah)
Pada tahun 2004 ada 12 perusahaan
yang IPO (menerbitkan saham) di BEJ dan 14 perusahaan yang delisting
(keluar/bangkrut). Pada tahun 2007 perusahaan yang IPO ada 22 dan yang
Delisting 7. Rasio antara perusahaan yang IPO vs Delisting (kemungkinan besar
bangkrut) mencapai>32%
Tahun 2009 Nasabah Sarijaya
Sekuritas menderita kerugian 245 milyar karena uangnya digunakan oleh pemilik
Sarijaya Sekuritas. Sementara nasabah Madoff rugi US$ 50 Milyar karena
transaksi Derivatif Saham.
ENRON dgn aset Rp 1000 Trilyun
hancur karena perkembangan modal melebihi daya serap pasar
Islam melarang spekulasi seperti itu.
Dalam Islam transaksi harus jujur dan transparan. Jika ada cacat, harus diberi tahu kepada calon
pembelinya. Bukan disembunyikan atau membuat isyu agar harga barangnya naik.
Ekonomi Bebas Riba/ Rente
Salah satu penyebab Krisis Ekonomi
Indonesia adalah hutang dengan riba. Pemerintah dan Swasta berhutang sampai US$
125 Milyar lebih (Rp 1.500 Trilyun). Cicilan hutang dan bunga sampai Rp 250
Trilyun/tahun sementara APBN 2009 hanya 1.037 Trilyun.
Dalam Islam, riba/bunga itu
dilarang:
Orang-orang yang makan riba tidak
dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan
lantaran penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan
mereka berkata, sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah
telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah
sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti dari mengambil
riba, maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu; dan urusannya terserah
kepada Allah. Orang yang kembali mengambil riba, maka orang itu adalah
penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” [Al Baqarah:275]
Jabir Ra: Rasulullah SAW melaknat
pemakan riba, pemberi makan riba, penulisnya, dan dua orang saksinya. Beliau
bersabda: “Mereka itu sama.” Riwayat Muslim.
Dari Abu Hurairah Ra bahwa
Rasulullah SAW bersabda: “(Diperbolehkan menjual) emas dengan emas yang sama
timbangannya dan sama sebanding, dan perak dengan perak yang sama timbangannya
dan sama sebanding. Barangsiapa menambah atau meminta tambahan maka itu riba.”
Riwayat Muslim.
Dalam Islam, pinjaman harus diberi
tanpa bunga. Jika tidak, peminjam bisa menginvestasikan uangnya dan mendapat
keuntungan bersama (bagi hasil).
Jaminan Sosial Bagi Penduduknya
Di negara-negara Eropa, pajak
penghasilan dilakukan secara progresif. Yang miskin tidak kena pajak. Yang
menengah kena pajak. Makin kaya seseorang makin besar pula pajaknya hingga 50%
lebih. Namun mereka dapat kompensasi. Di Belanda jika seseorang kena PHK, dia
dapat santunan 50% dari gaji pokok. Sementara di Denmark, orang-orang tua
mendapat apartemen sendiri dan santunan. Setiap 2 minggu petugas sosial datang
beres-beres dan berbelanja untuk kebutuhan mereka.
Dalam Islam, negara wajib mengatur
agar harta dari si kaya bisa mengalir ke orang miskin. Ingat kisah Khalifah
Umar yang memanggul sendiri karung makanan kepada warganya yang kelaparan?
“…Harta
jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu..” [Al Hasyr:7]
“Pada
harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin
yang tidak mendapat bagian” [Adz Dzaariyaat:19]
Saat ini sekitar separuh penduduk
Indonesia hidup dalam kemiskinan. Sementara 11,5 juta orang di Indonesia
kelaparan. Pemerintah harus memastikan agar tidak ada orang-orang miskin di
Indonesia yang kelaparan sementara segelintir lainnya jadi milyarder dengan
harta trilyunan rupiah. Baik dengan memberi santunan langsung mau pun memberi
modal usaha/pekerjaan.
Gaji/Fasilitas yang Wajar dan Tidak Berlebihan
Salah satu pemborosan atau penyebab
kehancuran ekonomi adalah gaji/fasilitas yang terlalu besar/di luar kewajaran
sehingga akhirnya dana yang ada tidak mencukupi untuk kesejahteraan rakyat atau
kebutuhan penting lainnya.
Sebagai contoh, banyak jenderal kita
yang hartanya mencapai puluhan milyar rupiah dan punya banyak mobil mewah
seperti Mercy bahkan mobil pengiringnya saja Nissan Terano atau Landcruiser.
Namun ternyata Panser Amfibi yang dipakai tentaranya adalah Panser kuno yang
berumur 60 tahun sehingga tenggelam sendiri bersama penumpangnya meski tidak
ada musuh yang menyerang. Demikian pula dengan pesawat terbang yang umurnya
rata-rata di atas 20 tahun sehingga sering jatuh sendiri. Jika perang melawan
musuh, tentu akan dapat dikalahkan dengan mudah karena para jenderal lebih
memilih Mercy yang nyaman bagi kepentingan pribadinya ketimbang pesawat tempur
atau tank yang canggih.
Banyak pula para pejabat yang
anggaran bajunya saja mencapai milyaran rupiah per tahun sehingga tiap ada
acara selalu pakai baju baru sekali pakai. Padahal uang tersebut bisa dipakai
untuk mencegah 11,5 juta rakyatnya yang menderita kelaparan.
Ada lagi Gubernur BI yang
mengusulkan gajinya sampai Rp 300 juta/bulan melebihi gaji presiden yang
“hanya” Rp 62 juta/bulan. Alhamdulillah DPR menolak dan hanya menyetujui Rp 163
juta/bulan! Jika eksekutif BI ada 5 orang dan Komisaris (yang gajinya biasanya
separuh) ada 5 orang, maka total gaji/tahun hanya untuk 10 orang itu bisa
mencapai Rp 29 milyar lebih setiap tahun! Bayangkan jika banyak pejabat di tiap
propinsi/instansi ingin mendapat gaji sebesar itu, bisa-bisa uang negara habis
hanya untuk gaji pejabatnya. Ternyata gaji raksasa yang hanya menarik orang
yang serakah itu tak mampu untuk membuat para Gubernur BI lolos dari masalah
hukum. Banyak Gubernur BI yang dipenjara karena masalah uang.
Banyak pula para eksekutif/komisaris
perusahaan swasta yang mengumpulkan dana masyarakat seperti Bank, Asuransi,
Sekuritas yang sebenarnya merampok dana masyarakat lewat gaji/bonus/deviden
yang sangat besar. Mereka cukup pintar untuk melakukan “Financial Engineering”
(Rekayasa Laporan Keuangan) sehinggga perusahaan seolah-olah untung dan mereka
pantas menikmati gaji dan bonus besar. Kenyataannya mereka memakai uang
masyarakat yang mereka himpun. Begitu krisis, pemerintah pun harus memakai uang
rakyat untuk membantu perusahaan mereka. Sebagai contoh di Indonesia pada
Krisis Moneter 1998 pemerintah “menalangi” Rp 600 trilyun lewat KLBI/BLBI.
Pemerintah mendapat kurang dari Rp 180 trilyun dari Rp 600 trilyun yang
dikeluarkan.
Di AS juga begitu, seorang pimpinan
perusahaan Lehman Brothers yang menghimpun dana masyarakat, Richard Fuld, dari
tahun 2000-2008 mendapat gaji dan bonus sampai US$ 484 uta (Rp 5,8 Trilyun).
Diperkirakan dengan Direktur dan Komisaris yang harusnya jadi pengawas, mereka
semua (sekitar 10 orang) mendapat sekitar Rp 29 trilyun sementara aset
perusahaan yang tersisa hanya US$ 350 juta dan harus dilikuidasi karena
bangkrut dengan hutang yang amat banyak
Rakyat AS marah besar ketika
perusahaan AIG (American International Group) yang rugi dan diberi dana oleh
pemerintah AS sebesar US$ 170 Milyar (Rp 2.040 Trilyun), namun ternyata justru
membagi-bagi bonus bagi eksekutifnya senilai US$ 165 juta (Rp 1,98 Trilyun)!
Banyak perusahaan di AS yang merugi
karena gaji besar yang di luar kewajaran sehingga pemerintah AS menggunakan US$
800 milyar (Rp 9.600 Trilyun) uang pembayar pajak untuk membantu
perusahaan-perusahaan yang dibuat rugi/bangkrut oleh para eksekutif perusahaan
yang hidup mewah tersebut.
Gaji besar yang di luar kewajaran
sehingga bisa membangkrutkan perusahaan/memiskinkan rakyat itu tak lebih dari
korupsi yang dilegalkan. Mereka memakan uang rakyat dengan gaji yang di luar
kewajaran. Tidak pantas rakyatnya miskin dan kelaparan sementara para pejabat
justru hidup mewah dengan gaji dan bonus yang sangat besar.
Nabi Muhammad meski punya rumah dan
kendaraan (onta) namun hidup sederhana. Sahabat beliau, Umar ra sempat terharu
menyaksikan Nabi yang tidur di atas pelepah kurma sementara perabotan rumah
nyaris tidak ada. Menurut istri Nabi, Siti ‘Aisyah, tidak pernah keluarga Nabi
makan kenyang 3 hari berturut-turut. Bahkan sahabat Nabi pernah mendapati Nabi
mengganjal perutnya dengan batu karena lapar. Dalam satu kisah juga disebut
bahwa Khalifah Umar ra sampai mengenakan baju lusuh yang ditambal karena
menolak gaji yang besar.
Nabi dan Umar memilih menggunakan
uang negara yang ada di Baitul Maal untuk mensejahterakan rakyat. Bukan untuk
bermewah-mewahan demi kepentingan pribadi.
“Sesungguhnya
zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin,
pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk
(memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk
mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan
Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana” [At Taubah:60]
Dalam Islam, uang negara harus
digunakan untuk orang-orang miskin. Bukan untuk kemewahan bagi segelintir elit
pejabat. Tak pantas para pejabat bermewah-mewahan sementara banyak orang miskin
termasuk Balita sampai mengemis dan mengamen di jalanan.