Jumat, 04 Mei 2012

PEMERATAAN PEMBANGUNAN DAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

I. PENGERTIAN PEMBANGUNAN NASIONAL

Pembangunan nasional adalah pembangunan dari, oleh, dan untuk rakyat, dilaksanakan di semua aspek kehidupan bangsa yang meliputi aspek politik, ekonomi, sosial budaya, dan aspek perta­hanan keamanan, serta merupakan kehendak seluruh bangsa untuk terus menerus meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara merata, untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan lahir batin termasuk terpenuhinya rasa aman, rasa tenteram, dan rasa ke­adilan bagi seluruh rakyat.

Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Dalam pelaksanaannya, pembangunan nasional senantiasa memperhatikan asas-asas pem­bangunan, antara lain, bahwa segala usaha dan kegiatan pemba­ngunan nasional harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemanusiaan, bagi peningkatan kesejahteraan rakyat, dan bagi pengembangan pribadi warga negara. Pembangunan nasional yang diselenggarakan sebagai usaha bersama harus merata di semua lapisan masyarakat dan di seluruh wilayah tanah air, di mana setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan berperan serta dan menikmati hasilnya secara adil sesuai dengan nilai-nilai kemanu­siaan dan darma baktinya yang diberikan kepada bangsa dan

negara, serta menuju pada keseimbangan, keserasian, dan keselarasan dalam perikehidupan materiil dan spiritual.

Pembangunan yang merata materiil adalah perwujudan Kepu­lauan nusantara sebagai satu kesatuan ekonomi, bahwa kekayaan wilayah Nusantara, baik potensial maupun efektif, adalah modal dan milik bersama bangsa, dan bahwa keperluan hidup sehari-hari harus tersedia merata di seluruh wilayah tanah air. Tingkat per­kembangan ekonomi hams serasi dan seimbang di seluruh daerah, tanpa meninggalkan ciri khas yang dimiliki oleh daerah dalam pengembangan kehidupan ekonomi yang berlandaskan demokrasi ekonomi berdasarkan Pancasila, dan mengandung kemampuan memelihara stabilitas ekonomi yang sehat dan dinamis serta memi­liki kemampuan menciptakan kemandirian ekonomi nasional de­ngan daya saing yang tinggi dan mewujudkan kemakmuran rakyat yang adil dan merata.

Pembangunan yang merata spiritual adalah pembangunan yang merata bagi masyarakat dalam pengembangan rohani, budaya, dan rasa kesetiakawanan sosialnya, yang tercermin dalam keselarasan hubungan antara manusia dan Tuhannya, antara sesama manusia, serta antara manusia dan lingkungan alam sekitarnya. Keselarasan hubungan ini dalam pembangunan nasional merupakan perwujudan kesatuan politik dan sosial wilayah Kepulauan Nusantara, bahwa secara psikologis, bangsa Indonesia harus merasa satu, senasib sepenanggungan, sebangsa dan setanah air, serta mempunyai satu tekad untuk mencapai cita-cita bangsa. Masyarakat Indonesia adalah satu, perikehidupan bangsa harus merupakan kehidupan yang serasi dengan terdapatnya tingkat kemajuan masyarakat yang merata dan seimbang, serta ada keselarasan kehidupan yang sesuai dengan tingkat kemajuan bangsa. Rasa keadilan, keamanan, ketenteraman, dan kemajuan dari pembangunan dirasakan merata oleh seluruh rakyat sesuai dengan peran serta dan sumbangannya dalam pembangunan.

Pembangunan ekonomi yang ditujukan pada pemerataan pembangunan dan penanggulangan kemiskinan, ditandai oleh mantapnya dasar demokrasi ekonomi yang menumbuhkan ekonomi rakyat. Kaidah Penuntun dalam GBHN 1993 menyatakan bahwa sistem free fight liberalism yang menumbuhkan eksploitasi terha­dap manusia dan bangsa lain, sistem etatisme yang mematikan potensi serta daya kreasi unit-unit di luar sektor negara, dan per­saingan tidak sehat, serta pemusatan kekuatan ekonomi pada satu kelompok dalam berbagai bentuk monopoli dan monopsoni yang merugikan masyarakat harus dihindari, karena bukan merupakan ciri pembangunan ekonomi yang bertujuan pada pembangunan yang berkeadilan sosial.

Sesuai dengan amanat UUD 1945, kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan, bukan kemakmuran orang seorang. Oleh sebab itu, perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah koperasi. Cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara. Hanya perusahaan yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak boleh ada di tangan orang seorang karena jika tidak, tampuk produksi jatuh ke tangan orang seorang yang berkuasa dan rakyat yang banyak ditindasinya. Usaha kecil, termasuk usaha tradisional dan usaha informal, serta usaha menengah sebagai bagian dari dunia usaha dalam semangat demokrasi ekonomi, mendapatkan peluang dan berkembang menuju kemandirian melalui kemitraan usaha yang sejajar dengan usaha besar baik usaha besar tersebut berupa usaha negara, koperasi, maupun swasta.
Pemerataan pembangunan sebagai wujud pelaksanaan demokrasi ekonomi adalah upaya pembangunan yang dilandasi dengan jiwa dan semangat kebersamaan dan kekeluargaan, di mana koperasi dikembangkan sebagai gerakan ekonomi rakyat yang sehat, tangguh, kuat, dan mandiri, sehingga dapat berperan sebagai sokoguru perekonomian nasional. Pemerataan pembangunan memberikan kesempatan yang sama kepada setiap warga

masyarakat di seluruh tanah air untuk menyumbangkan karyanya dengan sekaligus memenuhi kebutuhan dasar hidupnya, serta mengembangkan kegiatan di semua aspek kehidupan. Pemerataan juga mempercepat pertumbuhan kelompok masyarakat, sektor, atau daerah yang tertinggal. Perekonomian daerah dikembangkan secara serasi dan seimbang antar daerah, dalam satu kesatuan perekonomi-an nasional dengan mendayagunakan potensi dan peran serta      daerah secara optimal dalam rangka mewujudkan Wawasan Nusan­tara dan memperkukuh ketahanan nasional. Pembangunan yang merata dan berkeadilan adalah pembangunan yang lebih dapat menjamin kesinambungan karena didukung oleh peran serta aktif rakyat yang seluas-luasnya dan memanfaatkan potensi rakyat yang sebesar-besarnya.

Keberhasilan dalam pemerataan pembangunan merupakan modal utama dalam upaya bangsa meningkatkan perkembangan dan pertumbuhan perekonomian rakyat, memperkukuh kesetiakawanan sosial, menanggulangi kemiskinan, dan mencegah proses muncul­nya kemiskinan baru yang mungkin timbul. Kemiskinan adalah situasi serba kekurangan dari penduduk yang terwujud dalam dan disebabkan oleh terbatasnya modal yang dimiliki, rendahnya pengetahuan dan keterampilan, rendahnya produktivitas, rendahnya pendapatan, lemahnya nilai tukar hasil produksi orang miskin, dan terbatasnya kesempatan berperan serta dalam pembangunan. Rendahnya pendapatan penduduk miskin mengakibatkan rendahnya pendidikan dan kesehatan sehingga mempengaruhi produktivitas mereka yang sudah rendah dan meningkatkan beban keter-gantungan bagi masyarakat. Penduduk yang masih berada di bawah garis kemiskinan mencakup mereka yang berpendapatan sangat rendah, tidak berpendapatan tetap, atau tidak berpendapatan sama sekali.

Upaya bangsa dalam meningkatkan pemerataan pembangunan danpenanggulangan kemiskinan juga bertujuan menunjang upaya mewujudkan perekonomian nasional yang mandiri dan andal, serta mampu mengatasi ketimpangan ekonomi dan kesenjangan sosial.

Kesenjangan antar daerah, antar sektor, dan antar golongan ekonomi akan makin mengecil karena pembangunan yang makin merata, sehingga penduduk miskin diharapkan akan dapat makin berperan serta dalam pembangunan.

Pembangunan Jangka Panjang Kedua (PJP II), yang dimulai dengan Repelita VI seperti dinyatakan dalam GBHN 1993, tetap bertumpu kepada Trilogi Pembangunan. Upaya untuk memeratakan pembangunan dan hasil-hasilnya dikaitkan dengan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi menuju terciptanya kemakmuran yang berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia dalam sistem ekonomi yang disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluar­gaan. Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi diperlukan untuk menggerakkan dan memacu pembangunan di bidang-bidang lain sekaligus sebagai modal untuk mewujudkan pemerataan pemba­ngunan dan hasil-hasilnya dengan lebih memberi kesempatan kepada rakyat untuk berperan serta secara aktif dalam pem­bangunan, dijiwai semangat kekeluargaan, didukung oleh stabilitas nasional yang mantap dan dinamis, melalui pembangunan yang berkelanjutan.

Bab ini dimaksudkan sebagai pengantar dan sekaligus merang­kum upaya pemerataan pembangunan dalam berbagai bidang dan sektor pembangunan yang akan dilaksanakan dalam PJP II sebagai upaya mengatasi masalah kesenjangan dan kemiskinan yang masih belum terselesaikan dalam PJP I.


II. PEMERATAAN PEMBANGUNAN DAN
PENANGGULANGAN KEMISKINAN
Masalah pemerataan pembangunan dan penanggulangan kemiskinan adalah sangat kompleks dan berdimensi luas. Agar pemerataan pembangunan dan penanggulangan kemiskinan berjalan lebih efektif dan efisien, maka pelaksanaannya perlu memperhatikan hasil yang telah dicapai dan pengalaman yang diperoleh selama PJP I.

Upaya pemerataan pembangunan telah dilakukan sejak awal PJP I, dengan berbagai upaya di berbagai sektor seperti pertanian, kependudukan, pendidikan, kesehatan, dan transmigrasi serta pembangunan desa. Sebagai bagian dari Trilogi Pembangunan, sejak Repelita III upaya pemerataan lebih digalakkan lagi yang dilaksanakan melalui kebijaksanaan delapan jalur pemerataan, yaitu (1) pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat banyak khusus­nya pangan, sandang, dan perumahan; (2) pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan; (3) pemerataan pembagian pendapatan; (4) pemerataan kesempatan kerja; (5) pemerataan kesempatan berusaha; (6) pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan khususnya bagi generasi muda dan kaum wanita; (7) pemerataan penyebaran pembangunan di seluruh tanah air; dan (8) pemerataan kesempatan memperoleh keadilan.

Penerapan kebijaksanaan pemerataan melalui delapan jalur pemerataan dalam kenyataan berkaitan dengan kebijaksanaan penanggulangan kemiskinan, khususnya dalam upaya pemenuhan kebutuhan pokok rakyat seperti pangan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Mengikuti alur delapan jalur pemerataan, di bawah ini akan diuraikan secara singkat upaya pemerataan dan penanggu­langan kemiskinan dalam PJP I.

Dalam mengatasi masalah kebutuhan pangan rakyat banyak, pembangunan pertanian terutama melalui revolusi hijau di bidang pertanian tanaman pangan padi, yang dilakukan dengan pola bimbingan massal (bimas), telah berhasil meningkatkan produksi dengan laju yang mencapai dua kali lebih tinggi daripada pertumbuhan penduduk. Keberhasilan dalam produksi pertanian tanaman pangan yang berkelanjutan inilah yang akhirnya dapat mengantarkan bangsa Indonesia mencapai swasembada beras pada tahun 1984. Selanjutnya, keberhasilan peningkatan produksi padi melalui pola bimas itu diterapkan pula dalam mengembangkan komoditas lain seperti palawija, peternakan, perikanan, dan beberapa komoditas perkebunan.

Keberhasilan pembangunan pertanian juga telah memberikan sumbangan besar kepada stabilitas harga pangan yang pada giliran­nya memberikan sumbangan pada upaya menekan laju inflasi dan memantapkan stabilitas ekonomi. Kebijaksanaan swasembada beras memberikan jaminan ketersediaan pangan yang mencukupi kebutuhan penduduk, sekaligus membantu mengentaskan penduduk dari kemiskinan. Keberhasilan sektor pertanian telah memberikan kesempatan kerja dan peningkatan pendapatan bagi sebagian besar masyarakat perdesaan yang mempunyai sumber penghasilan dari pertanian, antara lain melalui Bimas dan upaya intensifikasi lainnya, pengendalian harga, dan Program Pembinaan Peningkatan Pendapatan Petani Kecil (P4K). Dengan demikian, selama PJP I sektor pertanian memberikan sumbangan besar dalam mengentas­kan penduduk dari kemiskinan dan dalam memeratakan dan meningkatkan pendapatan terutama petani.

Pembangunan industri yang pesat khususnya dalam bidang tekstil telah berhasil meningkatkan tersedianya sandang sehingga kebutuhan sandang bagi rakyat terpenuhi. Pembangunan berbagai industri yang menunjang pertanian seperti industri pupuk dan alat­alat pertanian telah mendukung pembangunan pertanian, demikian pula industri pengolahan hasil-hasil pertanian. Dengan demikian, keterkaitan pembangunan industri dan pertanian dalam PJP I telah dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat dan mendorong pemera­taan.

Dalam PJP I, pembangunan perumahan, khususnya bagi golongan penduduk berpendapatan rendah juga diberi perhatian, baik di perkotaan maupun di perdesaan. Pembangunan rumah layak dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat luas meningkat jumlahnya dari tahun ke tahun. Di kota-kota dan sekitarnya dibangun tipe perumahan, yaitu rumah susun. (rusun), rumah sederhana (RS), dan rumah sangat sederhana (RSS). Di perkotaan dilakukan program perbaikan kampung sedang di desa dilakukan program pemugaran perumahan. Penyediaan rumah dilengkapi dengan fasilitas lingkungan yang dibutuhkan, di antaranya jalan, sarana air bersih, listrik, dan fasilitas umum lainnya.

Aspek penting dalam pemerataan pembangunan dan penanggu­langan kemiskinan ialah pemerataan pendidikan, terutama pen­didikan dasar. Angka partisipasi murni tingkat sekolah dasar (SD) termasuk madrasah ibtidaiyah (MI), yaitu rasio murid SD-MI berumur 7 - 12 tahun terhadap penduduk berusia 7 - 12 tahun telah naik dari 41,4 persen pada tahun 1968/69 menjadi 93,5 persen   pada tahun 1993/94 (naik 126 persen selama PJP I), sedangkan untuk tingkat sekolah lanjutan pertama naik lebih dari dua kali lipat selama PJP I. Keberhasilan ini disebabkan oleh adanya program wajib belajar bagi anak umur 7 - 12 tahun, serta pem­bangunan gedung SD yang sekarang rata-rata telah mencapai lebih dari 2 gedung per desa. Keberhasilan di bidang pendidikan ini merupakan modal yang besar dalam pengembangan sumber daya manusia. Di samping itu, bagi penduduk dewasa (di luar usia sekolah), telah diadakan program paket kerja sambil belajar yang bertujuan untuk menghilangkan buta aksara dan angka, buta bahasa Indonesia, dan buta pengetahuan dasar, serta sekaligus membantu mereka dalam berusaha. Upaya ini secara langsung memberi kesempatan bagi penduduk miskin untuk ikut menikmati hasil pembangunan dan melakukan usaha yang dapat meningkatkan pendapatan.

Untuk memeratakan pelayanan kesehatan telah dibangun 25.223 pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) dan puskesmas pembantu serta pengadaan lebih dari 5.000 buah puskesmas keli­ling bagi daerah-daerah terpencil atau daerah yang sulit dijangkau. Untuk lebih meningkatkan jangkauan pelayanan kesehatan, teruta­ma pelayanan kesehatan bagi ibu dan anak, telah dibentuk lebih dari 241.000 pos pelayanan terpadu yang memadukan pelayanan kesehatan dengan keluarga berencana (KB). Dalam hubungan ini antara lain telah ditempatkan sekitar 19.400 bidan di perdesaan. Dengan demikian, pelayanan kesehatan telah makin menjangkau segenap lapisan masyarakat, termasuk penduduk miskin dan terpencil, serta makin merata di seluruh wilayah Indonesia, se­hingga telah meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, teruta-ma ibu dan anak. Dengan peningkatan mutu kesehatan, rakyat

lebih mampu berperan serta secara aktif dalam pembangunan sehingga pendapatannya juga meningkat. Pembangunan kesehatan serta program keluarga berencana telah berhasil menekan laju pertumbuhan penduduk dari 2,32 persen pada periode 1970 - 1980 menjadi 1,66 persen pada akhir PJP I dan telah berhasil mening­katkan usia harapan hidup rakyat Indonesia dari 45,7 tahun pada awal PJP I menjadi 62,7 tahun pada akhir PJP I.

Dalam PJP I peranan sektor industri dalam perekonomian nasional makin besar. Peningkatan peran sektor industri memper­luas lapangan kerja dan kesempatan berusaha bagi angkatan kerja yang terus meningkat jumlahnya. Kelompok industri kecil, terma­suk industri kerajinan dan rumah tangga, telah berkembang dan berperan besar dalam peningkatan pendapatan rakyat. Di samping itu, program padat karya, program pengerahan tenaga kerja, dan program-program lain untuk meningkatkan kesempatan kerja dan berusaha, termasuk bagi generasi muda dan wanita, makin diting­katkan sehingga tekanan pengangguran dapat dikurangi.

Sektor bangunan yang tumbuh sangat pesat khususnya di kota­kota, merupakan sektor yang banyak menyerap tenaga kerja, termasuk penduduk miskin dari daerah perdesaan. Bersamaan dengan perkembangan sektor bangunan, di kota juga tumbuh dengan cepat usaha informal yang mendukungnya. Berkembangnya usaha informal terutama di Jawa - Bali telah banyak menciptakan lapangan kerja, yang turut meringankan beban kemiskinan di perdesaan.

Pengembangan dunia usaha dalam PJP I juga telah turut memberi sumbangan pada perluasan lapangan kerja dan kesempat­an berusaha bagi masyarakat luas. Usaha menengah, usaha kecil, termasuk usaha informal dan usaha tradisional, telah berperan dalam perekonomian nasional. Koperasi sebagai wadah ekonomi rakyat makin berkembang, baik jumlahnya yang telah mencapai sekitar 39.000 buah, maupun jenis usaha dan asetnya. Koperasi unit desa (KUD) telah terbentuk sekitar 8.700 buah dan beroperasi

sampai ke pelosok daerah perdesaan di seluruh wilayah tanah air, dan pada saat ini sebagian besar telah menjadi KUD Mandiri.

Untuk meningkatkan kegiatan usaha kecil, termasuk usaha informal dan usaha tradisional, dikembangkan berbagai kemudahan kredit bersyarat ringan, antara lain pemberian kredit investasi kecil (KIK) dan kredit modal kerja permanen (KMKP). Jumlah dana yang disalurkan meningkat dari tahun ke tahun dan jangkauan pelayanannya juga makin meluas sampai ke perdesaan. Pada awal Repelita V penyediaan dana bagi pengembangan usaha kecil ditingkatkan dengan penyisihan 1 sampai 5 persen laba yang diraih BUMN. Bersamaan dengan itu, koperasi dan usaha kecil, juga      telah mendapat kesempatan untuk ikut melaksanakan berbagai kegiatan pemerintah. Dengan tersedianya sumber dana dan kesempatan usaha ini, koperasi dan usaha kecil, termasuk usaha informal dan usaha tradisional yang menampung banyak warga masyarakat lapisan bawah, makin berkembang.

Upaya pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya didukung oleh makin tersebarnya pembangunan prasarana dan sarana fisik, seperti irigasi, jalan, listrik, dan berbagai sarana perhubungan. Prasarana irigasi, yang terdiri dari bendungan dan saluran irigasi, pembangunannya telah menjangkau areal yang luas, baik di Jawa maupun di luar Jawa. Pembangunan jalan dan pengembangan sarana perhubungan telah memperlancar mobilitas barang dan jasa dari satu daerah ke daerah lain, sehingga kebutuhan hidup masya­rakat makin mudah diperoleh. Sementara itu, dengan makin terse­barnya sarana dan luasnya jangkauan komunikasi, maka kebutuhan informasi bagi masyarakat makin terpenuhi, yang menunjang berkembangnya perekonomian sehingga membuka kesempatan kerja lebih luas.

Upaya pembangunan di berbagai sektor telah meningkatkan peran serta masyarakat dalam pembangunan, termasuk generasi muda dan kaum wanita. Dalam PJP I melalui berbagai program, pemuda dan wanita telah makin berperan di semua sektor pembangunan dan di segenap aspek kehidupan bangsa.    Khususnya

melalui Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), wanita berperan sangat besar dalam berbagai kegiatan.

Pembangunan yang dilaksanakan melalui program sektoral, regional, dan khusus, termasuk Inpres Bantuan Pembangunan Daerah dan Desa, di samping makin meningkatkan penyebaran investasi di berbagai sektor, juga memperluas jangkauan wilayah pembangunan dan sekaligus makin merangsang swadaya dan krea­tivitas masyarakat di daerah. Peningkatan pembangunan daerah telah makin mendorong berkembangnya otonomi daerah secara lebih nyata, lebih dinamis, dan lebih bertanggung jawab. Dalam kaitan ini, pelaksanaan program transmigrasi dalam PJP I telah berhasil membuka lahan pertanian pangan dan komoditas pertanian lainnya, serta telah berhasil menyediakan lapangan kerja baru bagi sekitar 1,5 juta kepala keluarga (KK) dan menghidupi lebih kurang 8 juta jiwa. Dengan demikian, program transmigrasi telah mengembangkan potensi daerah, khususnya wilayah di luar Jawa dan perdesaan, sehingga memberikan sumbangan bagi upaya pemerataan pembangunan antardaerah dan sekaligus mengurangi jumlah penduduk miskin.

Pembangunan regional memperkuat aspek pemerataan antar­daerah dan meningkatkan efektivitas pembangunan sektoral yang pelaksanaan dan pengelolaannya makin banyak diserahkan kepada daerah tingkat I dan daerah tingkat II. Inpres Bantuan Desa yang dilaksanakan mulai awal PJP I berupa bantuan uang Rp 100 ribu per desa dan terns meningkat sehingga menjadi Rp 5,5 juta pada akhir PJP I, telah meningkatkan keswadayaan dan kemandirian masyarakat desa di seluruh pelosok tanah air.

Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD), forum dis­kusi Unit Daerah Kerja Pembangunan (UDKP), dan kegiatan Rapat Koordinasi Pembangunan (Rakorbang) di berbagai tingkat, telah meningkatkan peran serta aktif dan keterpaduan pem­bangunan, dan mewujudkan pembangunan dari bawah. Selain Inpres Bantuan Desa, program-program bantuan lain dalam bentuk Inpres seperti Inpres Peningkatan Jalan Propinsi, Inpres

Peningkatan Jalan Kabupaten, Inpres Pembangunan Sarana Sekolah Dasar, Inpres Pembangunan Sarana Kesehatan, Inpres Penghijauan dan Reboisasi, serta Inpres Pembangunan Pasar, telah memberi sumbangan bagi pemerataan pembangunan di daerah.

Kegiatan pelayanan sosial telah ditingkatkan baik yang dilaku­kan oleh instansi-instansi pemerintah maupun oleh masyarakat sendiri yang makin berkembang dengan berkembangnya keswa­dayaan masyarakat, organisasi kemasyarakatan termasuk organisasi kepemudaan dan wanita, keagamaan,  serta lembaga kemasyara­katan lainnya di perdesaan. Peran serta masyarakat ini makin penting dalam upaya mengurangi kesenjangan sosial, meningkatkan pemerataan pembangunan, dan menanggulangi kemiskinan. Pela­yanan umum kepada masyarakat dalam bidang rohani juga makin merata dengan tersebarnya sarana ibadah di perkotaan dan perde­saan. Demikian pula, pelayanan administrasi pemerintahan makin meningkat baik jangkauan, efektivitas maupun kualitasnya.

Pelayanan hukum juga telah meningkat sehingga menjangkau seluruh lapisan masyarakat antara lain dengan pemberian bantuan hukum kepada masyarakat yang kurang mampu. Pembangunan bidang hankam telah dapat memberikan andil yang besar untuk menciptakan stabilitas nasional yang mantap dan dinamis sehingga pembangunan nasional dapat dilaksanakan dengan aman dan lan-car, termasuk dalam upaya pemerataan pembangunan dan penang­gulangan kemiskinan. Sementara itu, keamanan dan ketertiban masyarakat telah terpelihara dengan mantap sehingga meningkat pula rasa aman dan perlindungan bagi masyarakat.

Berbagai upaya pembangunan selama PJP I yang sebagian diantaranya diuraikan di atas telah berhasil mengurangi jumlah penduduk miskin. Pada tahun 1970, jumlah penduduk miskin diperkirakan sekitar 70 juta orang atau 60 persen dari seluruh penduduk Indonesia. Pada tahun 1976 telah turun menjadi 54,2 juta atau sekitar 40 persen dari jumlah penduduk, dan pada tahun 1990 jumlahnya berkurang lagi menjadi 27,2 juta orang atau sekitar 15

persen dari seluruh penduduk. Di daerah perdesaan, penurunan jumlah penduduk miskin jauh lebih cepat dibandingkan dengan di daerah perkotaan. Antara tahun 1976 dan tahun 1990, jumlah penduduk miskin di perdesaan berkurang 60 persen, sedangkan di perkotaan hanya sekitar 6 persen. Hal ini, selain disebabkan oleh pembangunan yang berhasil di sektor pertanian di wilayah perdesaan, juga disebabkan oleh arus urbanisasi, yaitu perpindahan penduduk miskin ke kota-kota.

Pemerataan pembangunan dan penanggulangan kemiskinan merupakan dua sisi permasalahan yang telah diusahakan untuk dipecahkan melalui berbagai pembangunan sektoral dan regional. Strategi pemerataan pembangunan dan penanggulangan kemiskinan yang telah berhasil dalam PJP .I, dilanjutkan, diperluas, ditingkat­kan dan diperbaharui dalam PJP II.


III. TANTANGAN, KENDALA, DAN PELUANG PEMBANGUNAN

GBHN 1993 memberi petunjuk bahwa pembangunan dalam PJP I telah berhasil meningkatkan pendapatan nasional dan kese­jahteraan rakyat pada umumnya walaupun masih ada ketimpangan ekonomi dan kesenjangan sosial yang menuntut usaha yang sungguh-sungguh untuk mengatasinya agar tidak berkelanjutan dan berkembang ke arah keangkuhan dan kecemburuan sosial. GBHN 1993 juga menunjukkan bahwa perluasan dan penataan dunia usaha perlu ditingkatkan dalam rangka menggairahkan kegiatan ekono-mi, memperluas lapangan kerja dan kesempatan berusaha, mening­katkan pendapatan masyarakat secara lebih merata melalui mantap­nya iklim yang mendukung pembinaan dan peningkatan usaha informal, usaha kecil, golongan ekonomi lemah, dan usaha menengah, serta melalui kerja sama kemitraan antara koperasi, usaha negara, dan usaha swasta. Selain itu, GBHN 1993 mengingatkan agar dilakukan upaya untuk mencegah terjadinya pemusatan kekuatan ekonomi dalam berbagai bentuk monopoli, monopsoni, dan praktek lainnya yang merugikan masyarakat.

Secara mendasar GBHN 1993 mengamanatkan bahwa upaya untuk lebih memeratakan pembangunan serta menghilangkan kemiskinan dan keterbelakangan perlu dilanjutkan dan terus diting­katkan dalam PJP II. Untuk melaksanakan amanat tersebut, perlu dikenali tantangan yang dihadapi, kendala yang harus diatasi, dan peluang yang harus dimanfaatkan.

1. Tantangan

Sasaran PJP I untuk memenuhi kebutuhan dasar rakyat banyak dengan harga yang makin terjangkau, dan membangun struktur ekonomi yang makin berimbang, sebagai landasan bagi pemba­ngunan selanjutnya, pada umumnya telah tercapai. Namun, masih banyak masalah yang belum terselesaikan, antara lain masalah pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya. Untuk memeratakan pembangunan, GBHN 1993 memberi petunjuk bahwa pem­bangunan ekonomi harus selalu mengarah kepada mantapnya sistem ekonomi nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang disusun untuk mewujudkan demokrasi ekonomi yang harus dijadikan dasar pelaksanaan pembangunan. Pembangunan kesejahteraan rakyat harus senantiasa memperhati­kan bahwa setiap warga negara berhak atas taraf kesejahteraan yang layak serta berkewajiban ikut serta dalam upaya mewujudkan kemakmuran rakyat. Oleh karena itu, tantangan utama dalam pemerataan pembangunan dan penanggulangan kemiskinan yang berdasarkan sistem dan semangat demokrasi ekonomi, yang juga menjadi tantangan bagi seluruh upaya pembangunan dalam PJP II, adalah menumbuhkan kemampuan perekonomian rakyat yang memberikan peluang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk berperan dalam pembangunan nasional dan menikmati hasilnya secara layak.

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang satu, tetapi majemuk seperti dilambangkan dalam Bhinneka Tunggal Ika. Kemajemukan ini merupakan kekuatan bangsa, tetapi sekaligus dapat menimbul­kan berbagai masalah pula dalam proses pembangunan.

Segolongan masyarakat memiliki peluang ekonomi yang lebih besar dibandingkan dengan golongan lainnya. Kesempatan mendapatkan peluang dalam pembangunan tidak sama, ada golongan yang mendapat peluang lebih baik dibanding dengan yang lain. Dengan intensitas pembangunan yang makin meningkat, kesenjangan tersebut dirasakan makin melebar karena laju pertumbuhan yang berbeda. Kesenjangan antargolongan ekonomi ini apabila berlanjut dapat menghambat terwujudnya penyelenggaraan kehidupan ekonomi sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan dan yang ditujukan bagi sebesar­besar kemakmuran rakyat. Berlanjutnya kesenjangan antar golongan ekonomi, yaitu golongan ekonomi yang sangat lemah dan kuat, akan menghambat meningkatnya peran serta, efisiensi, dan produktivitas rakyat yang memadai yang diperlukan dalam pembangunan. Kesenjangan antar golongan ekonomi dan strata pendapatan yang melebar juga akan meningkatkan kecemburuan sosial dan dapat menyebabkan timbulnya gejolak sosial yang pada gilirannya dapat mengancam stabilitas nasional. Dengan demikian, mengurangi kesenjangan antar golongan ekonomi dan strata penda­patan dalam masyarakat sehingga pembangunan dapat berjalan di atas landasan yang kukuh dan terjamin kesinambungan dan per­tumbuhannya karena makin merata dan berkeadilan, menjadi tan­tangan pula.

Perkembangan ekonomi antar daerah memperlihatkan bahwa daerah di Pulau Jawa pada umumnya telah mengalami perkem­bangan ekonomi yang jauh lebih cepat dibandingkan dengan daerah di luar Jawa. Kondisi ekonomi antardaerah di kawasan barat Indonesia pada umumnya juga berbeda dengan yang ada di kawasan timur Indonesia. Demikian pula, kondisi ekonomi perko­taan berbeda jauh dengan kondisi ekonomi perdesaan. Selanjutnya, ada daerah yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia yang tertinggal dibanding daerah lain, yaitu daerah terpencil, daerah minus, daerah kritis, daerah perbatasan, dan daerah terbelakang lainnya. Pembangunan ekonomi yang telah menghasilkan pertum­buhan yang tinggi selama ini belum dapat sepenuhnya mengatasi permasalahan kesenjangan antar daerah tersebut. Perbedaan  laju

pembangunan antar daerah menyebabkan terjadinya kesenjangan kemakmuran dan kemajuan antar daerah, terutama antara Jawa dan luar Jawa, antara kawasan barat Indonesia dan kawasan timur Indonesia, dan antara daerah perkotaan dan daerah perdesaan. Berlanjutnya situasi kesenjangan antar daerah bertentangan dengan cita-cita keadilan sosial dan Wawasan Nusantara, serta dapat menimbulkan ancaman terhadap ketahanan nasional. Dengan demikian, tantangan pembangunan dalam PJP II adalah mengu­rangi kesenjangan pembangunan antar daerah sehingga pembangunan dapat menciptakan kemakmuran yang makin merata di seluruh wilayah tanah air.

Hasil pembangunan secara nyata tercermin dalam peningkatan pendapatan masyarakat, peningkatan kesempatan kerja dan hasil lainnya, yang semuanya merupakan hasil nyata dari seluruh upaya pembangunan. Mengingat sektor pembangunan saling terkait satu dengan lainnya, kelemahan dalam suatu sektor akan membatasi efisiensi dan produktivitas sektor lainnya. Hal tersebut pada gilir­annya dapat menyebabkan rendahnya efisiensi dan produktivitas perekonomian secara keseluruhan. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi selama ini merupakan cermin makin membaiknya efisiensi dan tingkat produktivitas dari sektor pembangunan. Namun, produktivitas sektor pertanian tetap jauh tertinggal dibanding sektor industri dan jasa. Hal tersebut terutama erat kaitannya dengan rendahnya nilai tukar komoditas pertanian dibandingkan dengan komoditas hasil industri dan jasa, serta tidak sebandingnya jumlah tenaga kerja yang diserap oleh sektor pertanian dengan hasil produksi sektor ini. Kesenjangan dalam nilai tukar tersebut meru­pakan unsur utama yang menyebabkan makin rendahnya produkti­vitas pertanian dibanding sektor lainnya. Mengingat sekitar sepa­ruh angkatan kerja di Indonesia masih bergantung hidupnya pada sektor pertanian, menurunnya produktivitas relatif antara sektor pertanian dan sektor lainnya, dapat mengakibatkan pula makin tajamnya kesenjangan antar golongan ekonomi dan kesenjangan antar daerah. Melebarnya kesenjangan antara wilayah perkotaan yang ditandai oleh kegiatan industri dan jasa dan wilayah perde­saan yang menitik beratkan pada kegiatan pertanian, dengan

pendapatan yang relatif lebih rendah, mendorong perpindahan penduduk perdesaan ke daerah perkotaan tanpa kesiapan untuk menempuh kehidupan di perkotaan. Hal itu dapat menimbulkan permasalahan sosial-ekonomi baik bagi daerah perdesaan maupun perkotaan. Melebarnya kesenjangan antar golongan ekonomi sebagai akibat perbedaan laju pertumbuhan antar sektor juga dapat menimbulkan kecemburuan sosial. Oleh karena itu, tantangan lain pembangunan nasional adalah mewujudkan keseimbangan dan meningkatkan keterkaitan, terutama antara sektor pertanian dan sektor industri dan jasa sehingga peran serta, efisiensi, dan produk­tivitas semua sektor dalam pembangunan dapat meningkat secara lebih serasi dan seimbang.

Pembangunan selama PJP I berhasil secara nyata mengurangi jumlah penduduk miskin. Namun, pada tahun 1990 jumlah pendu­duk yang berada di bawah garis kemiskinan masih ada sekitar 27 juta orang, dan pada tahun 1993 masih terdapat lebih dari 20.000 desa tertinggal di mana sebagian besar penduduk miskin hidup. Selain itu, penduduk yang rentan terhadap gejolak ekonomi seperti yang diakibatkan oleh inflasi dan berbagai masalah lainnya seperti gangguan alam, yaitu golongan penduduk yang berada sedikit di atas garis kemiskinan, jumlahnya lebih besar lagi. Masalah kemis­kinan, selain merupakan masalah sosial, juga merupakan masalah ekonomi karena kemiskinan mencerminkan produktivitas penduduk yang rendah. Di samping merupakan masalah sosial ekonomi, masalah kemiskinan juga menyangkut segala aspek lain dari kehidupan, termasuk aspek politik dan stabilitas nasional. Secara mendasar adanya kemiskinan bertentangan dengan amanat UUD 1945, yang pada Pasal 27 Ayat (2) menyatakan bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Dengan demikian, menghapuskan kemiskinan dan mencegah timbulnya lapisan kemiskinan baru sehingga meningkatkan secara menyeluruh kesejahteraan rakyat lahir batin, adalah tantangan besar pula yang hams dihadapi dalam PJP II.

2. Kendala

Upaya pemerataan pembangunan dan penanggulangan kemis­kinan dalam PJP II dan Repelita VI menghadapi berbagai kendala, terutama yang berkaitan dengan upaya meningkatkan kemampuan perekonomian rakyat, mengurangi kesenjangan pembangunan   antar daerah, antar sektor, dan antar golongan ekonomi, serta upaya menanggulangi kemiskinan.

Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki struktur geogra-fis yang khas. Letak satu pulau dengan pulau lainnya terpisah oleh laut yang luas dan terpencar dalam suatu kawasan yang sangat  luas. Kondisi ini di satu pihak merupakan modal bagi pem­bangunan, tetapi di pihak lain dapat menimbulkan masalah dalam pemerataan pembangunan, terutama dalam pengembangan prasara­na perhubungan yang berkaitan dengan mobilitas barang, jasa, dan manusia, yang kelancarannya sangat dibutuhkan dalam upaya pemerataan dan penanggulangan kemiskinan.

Di samping itu, potensi sumber daya alam antar wilayah juga sangat beragam. Ada wilayah yang memiliki potensi sumber daya alam yang kaya, tetapi ada pula wilayah yang memiliki potensi sumber daya alam yang amat terbatas. Lebih dari itu, di wilayah yang sumber daya alamnya terbatas, jumlah penduduknya besar; dan sebaliknya di wilayah yang potensi sumber daya alamnya besar, penduduknya terbatas. Dengan kondisi tersebut, upaya pemerataan pembangunan dan penanggulangan kemiskinan dibatasi oleh adanya ketidak seimbangan ketersediaan sumber daya alam dan sumber daya manusia antar daerah.

Indonesia memiliki pula kondisi sosial budaya antar daerah yang besar variasinya. Kondisi ini mencerminkan adanya keragam-an yang cukup tinggi dalam nilai, sikap, aspirasi, persepsi, kelem­bagaan dan perilaku masyarakat antar daerah. Sebagai bangsa yang satu tetapi majemuk, perbedaan dalam unsur-unsur masyarakat tersebut dapat menjadi kendala dalam upaya pemerataan pemba­ngunan dan penanggulangan kemiskinan, apabila perencanaan dan

pelaksanaan pembangunan tidak dijalin dengan sistem komunikasi pembangunan yang intensif dan serasi.

Secara khusus, upaya menanggulangi kemiskinan dihadapkan pada kendala berupa tersebarnya kantung kemiskinan pada lokasi yang terisolasi serta diperberat oleh kondisi kesuburan lahan yang rendah dan belum cukup dikuasainya teknologi usaha tani yang unggul. Di samping itu, upaya penanggulangan kemiskinan di perdesaan juga dihadapkan pada kendala kelembagaan dan ketim­pangan dalam pemilikan aset produktif terutama lahan. Upaya penanggulangan kemiskinan di perkotaan dihadapkan pada kendala keterbatasan pasar tenaga kerja dalam menyerap dan meningkatkan kualitas tenaga kerja, khususnya tenaga kerja yang berasal dari penduduk miskin.

3. Peluang

Pembangunan dalam PJP I telah menghasilkan landasan yang kuat bagi pembangunan tahap berikutnya. Hasil pembangunan berupa prasarana dan sarana ekonomi dan sosial, serta pengalaman membangun, merupakan modal besar untuk mengatasi ketimpangan ekonomi antar daerah, antar sektor, dan antar golongan ekonomi, serta merupakan peluang untuk menanggulangi kemiskinan. Landasan perekonomian Indonesia telah cukup kukuh dan mantap dengan ketahanan ekonomi nasional yang andal untuk membawa rakyat Indonesia ke taraf kesejahteraan yang lebih tinggi dan lebih merata. Semangat dan tekad yang meluas untuk meningkatkan pemerataan pembangunan dan menanggulangi kemiskinan juga merupakan peluang untuk menjadikannya sebagai gerakan nasional yang mempunyai kekuatan besar.

Kekayaan alam yang terdapat di darat, laut, udara, dan dirgan­tara, jumlah penduduk yang besar sebagai sumber daya manusia yang potensial dan produktif, dan budaya bangsa Indonesia yang dinamis, merupakan modal dasar untuk menggerakkan dan mendorong upaya peningkatan pemerataan pembangunan dan penanggulangan kemiskinan.

Falsafah dan sikap hidup bangsa Indonesia yang berakar dalam nilai-nilai kepribadian bangsa tercermin dalam sifat kego­tongroyongan, toleransi, tenggang rasa, dan memiliki kesetiaka­wanan sosial yang tinggi. Sikap hidup ini jika dikembangkan dapat membangkitkan kesadaran yang kukuh, tanggung jawab yang kuat, dan kesanggupan untuk saling membantu secara ikhlas serta tekad untuk bekerja dengan penuh percaya diri sebagai modal untuk mewujudkan kehidupan yang maju, mandiri, adil, dan merata.

Tingkat kemajuan sosial ekonomi yang dicapai dalam PJP I yang telah meningkatkan kemampuan efektif bangsa untuk mengatasi tantangan dan kendala yang dihadapi, memberikan pula peluang untuk meningkatkan pemerataan dan menanggulangi kemiskinan.


IV. ARAHAN, SASARAN, DAN KEBIJAKSANAAN PEMBANGUNAN

1. Arahan GBHN 1993

Upaya untuk lebih memeratakan pembangunan serta menghi­langkan kemiskinan dan keterbelakangan masih perlu terus dilan­jutkan dan ditingkatkan. Dalam rangka ini penataan peran pelaku ekonomi dalam ekonomi nasional sesuai amanat Undang-Undang Dasar 1945 masih perlu terus dilanjutkan. Perhatian secara khusus perlu diberikan kepada pembinaan usaha golongan masyarakat yang berkemampuan lemah serta upaya untuk menciptakan lapangan kerja guna menampung angkatan kerja yang terus meningkat.

Usaha nasional yang terdiri atas koperasi, usaha negara dan usaha swasta, terus dikembangkan agar menjadi kekuatan ekonomi nasional yang makin tangguh melalui penciptaan iklim usaha dan pola perdagangan yang sehat, menyuburkan semangat dan kreativi­-tas usaha serta mendorong efisiensi, produktivitas, dan daya saing.

Tata hubungan dan kerja sama serta kernitraan usaha antara berba­gai unsur ekonomi nasional terutama antara pengusaha kuat dan lemah, terus dibina dan dijalin dalam suasana saling membantu dan saling menguntungkan, sebagai suatu perwujudan kesatuan kekuat­an ekonomi nasional yang berdasar atas asas kekeluargaan dan kebersamaan sesuai dengan demokrasi ekonomi berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945. Cabang-cabang pro­duksi yang bernilai strategis dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara dan terus dikembangkan secara efektif serta dikelola secara efisien dan dipergunakan bagi sebesar-besar kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Dalam upaya memperluas peran aktif masyarakat dalam kegiatan ekonomi untuk menopang peningkatan pemerataan dan pertumbuhan ekonomi, perlu terus dikembangkan kebijaksanaan yang memajukan golongan ekonomi lemah melalui perluasan aksesnya terhadap sumber-sumber ekonomi dan faktor-faktor produksi serta kemudahan memasuki pasar.

Usaha informal dan tradisional sebagai bagian dari ekonomi rakyat yang tumbuh dan berkembang dari masyarakat, serta merupakan kegiatan ekonomi nyata yang makin luas, perlu terus dibina dan dilindungi agar tumbuh menjadi unsur kekuatan ekonomi yang andal, mandiri, dan maju, serta mampu berperan dalam menciptakan kesempatan usaha dan lapangan kerja. Pembinaan usaha ekonomi rakyat diutamakan pada pengembangan kewiraswastaan, penyediaan sarana dan prasarana, fasilitas pendidikan dan pelatihan, bimbingan dan penyuluhan, serta permodalan, agar dapat meningkatkan usahanya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pengembangan koperasi didukung melalui pemberian kesem­patan berusaha yang seluas-luasnya di segala sektor kegiatan ekonomi, baik di dalam negeri maupun di luar negeri, dan pencip­taan iklim usaha yang mendukung dengan kemudahan memperoleh permodalan. Untuk mengembangkan dan melindungi usaha rakyat yang diselenggarakan dalam wadah koperasi demi kepentingan

rakyat, dapat ditetapkan bidang kegiatan ekonomi yang hanya boleh diusahakan oleh koperasi. Kegiatan ekonomi di suatu wila­yah yang telah berhasil diusahakan oleh koperasi agar tidak dima­suki oleh badan usaha lainnya dengan memperhatikan keadaan dan kepentingan ekonomi nasional dalam rangka pemerataan kesem­patan usaha dan kesempatan kerja.

Upaya mewujudkan kesejahteraan rakyat agar makin adil dan merata terus ditingkatkan. Pertumbuhan ekonomi sebagai hasil pembangunan harus dapat dirasakan masyarakat melalui upaya pemerataan yang nyata dalam bentuk perbaikan pendapatan dan peningkatan daya beli masyarakat. Keberhasilan pembangunan yang dirasakan sebagai perbaikan taraf hidup oleh segenap golongan masyarakat akan meningkatkan kesadaran rakyat tentang makna serta manfaat pembangunan sehingga motivasi rakyat makin tergugah untuk berperan aktif dalam pembangunan.

Pembangunan kesejahteraan sosial diselenggarakan oleh Pemerintah dan masyarakat, dalam rangka mewujudkan keadilan sosial yang lebih merata bagi seluruh rakyat Indonesia, serta ditujukan pada peningkatan pemerataan kesejahteraan masyarakat dan peningkatan kemampuan serta kesempatan setiap warga negara untuk turut serta dalam pembangunan, dan menempuh kehidupan sesuai dengan martabat dan nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan beradab.

Sektor pertanian terus ditingkatkan agar mampu menghasilkan pangan dan bahan mentah yang cukup bagi pemenuhan kebutuhan rakyat, meningkatkan daya beli rakyat, dan mampu melanjutkan proses industrialisasi, serta makin terkait dan terpadu dengan  sektor industri dan jasa menuju terbentuknya jaringan kegiatan agroindustri dan agrobisnis yang produktif. Industri pertanian dan industri lain yang terkait terus didorong perkembangannya sehing-ga makin mampu memanfaatkan peluang pasar dalam dan luar negeri, memperluas kesempatan usaha dan lapangan kerja. Semua itu diarahkan untuk memperbaiki taraf hidup petani dan masyarakat pada umumnya.

Pembangunan industri dikembangkan secara bertahap dan terpadu melalui peningkatan keterkaitan antara industri dan antar­sektor industri dengan sektor ekonomi lainnya, terutama dengan sektor ekonomi yang memasok bahan baku industri, melalui pen­ciptaan iklim yang lebih merangsang bagi penanaman modal dan penyebaran pembangunan industri di berbagai daerah terutama di kawasan timur Indonesia, sesuai dengan potensi masing-masing dan sesuai dengan pola tata ruang nasional. Dalam rangka pemerataan kesempatan usaha serta demi terciptanya iklim usaha yang dapat memantapkan pertumbuhan industri nasional, maka perluasan usaha industri yang mengarah pada pemusatan kekuatan industri dalam berbagai bentuk monopoli yang merugikan masyarakat perlu dicegah.

Industri kecil dan menengah termasuk industri kerajinan dan industri rumah tangga, perlu lebih dibina menjadi usaha yang makin efisien dan mampu berkembang mandiri, meningkatkan pen­dapatan masyarakat, membuka lapangan kerja, dan makin mampu meningkatkan peranannya dalam penyediaan barang dan jasa serta berbagai komponen baik untuk keperluan pasar dalam negeri maupun luar negeri. Pengembangan industri kecil dan menengah perlu diberi kemudahan baik dalam permodalan, perizinan maupun pemasaran, serta ditingkatkan keterkaitannya dengan industri yang berskala besar secara efisien dan saling menguntungkan, melalui pola kemitraan dalam usaha untuk meningkatkan peran dan kedudukannya dalam pembangunan industri.

Pembangunan perumahan dan permukiman dilanjutkan dan diarahkan untuk meningkatkan kualitas hunian, lingkungan kehi­dupan, pertumbuhan wilayah, dengan memperhatikan keseimbangan antara pengembangan perdesaan dan perkotaan, memperluas lapangan kerja, serta menggerakkan kegiatan ekonomi dalam rangka mewujudkan peningkatan dan pemerataan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia.

Penciptaan dan perluasan lapangan kerja terus diupayakan, terutama melalui peningkatan dan pemerataan pembangunan

industri, pertanian, dan jasa, yang mampu menyerap tenaga kerja yang banyak serta meningkatkan pendapatan masyarakat. Upaya tersebut harus didukung oleh keterpaduan kebijaksanaan investasi,  fiskal dan moneter, pendidikan dan pelatihan, penelitian, pengembangan dan penyuluhan, penerapan teknologi serta pengembangan dan pemanfaatan pusat informasi pasar dalam dan luar negeri. Kebijaksanaan pemerataan dan peningkatan  kesempatan kerja serta pelatihan tenaga kerja terus dilanjutkan dan ditingkatkan agar menjangkau setiap warga negara dan terarah  pada terwujudnya angkatan kerja yang terampil dan tangguh. Kesempatan kerja terbuka bagi setiap orang sesuai dengan kemampuan, keterampilan, dan keahliannya serta didukung oleh kemudahan memperoleh pendidikan dan pelatihan, penguasaan teknologi, informasi pasar ketenagakerjaan, serta tingkat upah yang sesuai dengan prestasi dan kualifikasi yang dipersyaratkan. Pengadaan tenaga kerja yang merupakan bagian dari perwujudan kebijaksanaan perencanaan ketenagakerjaan nasional harus mendorong pemerataan kesempatan kerja antar daerah dengan memperhatikan potensi angkatan kerja setempat.

Kesempatan untuk memperoleh pendidikan dan keterampilan    di semua jenis dan jenjang pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah terus dikembangkan secara merata di seluruh tanah air dengan memberikan perhatian khusus kepada peserta didik yang berasal dari keluarga yang kurang mampu, penyandang cacat, serta yang bertempat tinggal di daerah terpencil. Pembangunan pendi­dikan diarahkan untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia serta kualitas sumber daya manusia Indonesia, dan memperluas serta meningkatkan pemerataan kesempatan memperoleh pendidik- an termasuk di daerah terpencil.

Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kuali­tas sumber daya manusia serta kualitas kehidupan dan usia harapan hidup manusia, meningkatkan kesejahteraan keluarga dan masyara­kat, serta untuk mempertinggi kesadaran masyarakat akan penting­nya hidup sehat. Perhatian khusus diberikan pada golongan masya­rakat yang berpenghasilan rendah, daerah kumuh perkotaan,

daerah perdesaan, daerah terpencil dan kelompok masyarakat yang hidupnya masih terasing, daerah transmigrasi, serta daerah permu­kiman baru.

Jasa, termasuk pelayanan infrastruktur dan jasa keuangan, terus dikembangkan menuju terciptanya jaringan informasi, perhu­bungan, perdagangan, dan pelayanan keuangan yang andal, efisien, dan mampu mendukung industrialisasi dan upaya pemerataan. Perdagangan harus mampu menunjang peningkatan produksi dan memperlancar distribusi sehingga mampu mendukung upaya pemerataan, serta memperkuat daya saing melalui pengembangan kemampuan untuk memperkirakan dan memanfaatkan pengaruh perkembangan ekonomi dunia.

Kebijaksanaan fiskal, moneter, dan neraca pembayaran, dilak­sanakan secara serasi dalam rangka mendukung pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya yang makin meluas dengan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dan stabilitas ekonomi yang sehat dan dinamis. Kebijaksanaan keuangan harus mendukung dan mengembangkan hubungan keuangan antara pusat dan daerah yang serasi dalam mencapai keseimbangan pembangunan antar­daerah yang mantap dan dinamis,

Pengembangan perangkat fiskal yang meliputi perpajakan dan berbagai bentuk pendapatan negara lainnya dilaksanakan berdasar­kan asas keadilan dan pemerataan dengan meningkatkan peran pajak langsung sehingga mampu berfungsi sebagai alat untuk menunjang pembangunan dan meningkatkan serta memeratakan kesejahteraan rakyat. Sistem dan prosedur perpajakan untuk meningkatkan pendapatan negara terus disempurnakan dan disederhanakan dengan memperhatikan asas keadilan, pemerataan, manfaat, dan kemampuan masyarakat, melalui peningkatan mutu pelayanan dan kualitas aparat yang tercermin dalam peningkatan kejujuran, tanggung jawab dan dedikasi, serta melalui penyempur­naan sistem administrasi.
VI. PROGRAM PEMBANGUNAN

Upaya pembangunan untuk menumbuhkan perekonomian rakyat dan mengatasi kesenjangan antar golongan ekonomi, menyerasikan pertumbuhan antar sektor ekonomi, menyerasikan pertumbuhan antar daerah, dan menanggulangi kemiskinan, dalam Repelita VI dilaksanakan melalui berbagai program di semua sektor pembangunan, yaitu dalam bidang ekonomi; kesejahteraan rakyat, pendidikan dan kebudayaan; agama dan kepercayaan terha­dap Tuhan Yang Maha Esa; ilmu pengetahuan dan teknologi; hukum; politik, aparatur negara, penerangan, komunikasi, dan media massa; serta pertahanan dan keamanan. Dalam penanggu­langan kemiskinan pada Repelita VI dilaksanakan program khusus yaitu program Inpres Desa Tertinggal.


PEMBANGUNAN, INFLASI DAN KETERKAITAN ANTARA PENGANGGURAN DAN INFLASI


KEADAAN PEREKONOMIAN


Pertumbuhan ekonomi di indonesia terus mengalami  peningkatan daritahun ke tahun, dengan memasukan sektor migas maupun non migas. Pada tahun2006 persentase pertumbuhan ekonomi mencapai sebesar 5,5 persen denganmemasukan sektor migas dan 6.1 persen tanpa sektor migas, hal ini menunjukanpersentase pertumbuhan ekonomi di indonesia  mengalami peningkatan  sebesar1,9 persen dengan sektor migas, dan 1,2 persen tanpa memasukan sektor migasdari tahun 2002.Sedangkan untuk nilai tukar Rupiah Indonesia terhadap USD berfluktuasidari tahu ke tahun. Pada tahun 2002 nilai tukar Rupiah sebesar 9318 Rp/USDmenurun menjadi 8593 Rp/USD pada tahun 2003, kemudian meningkat kembalisebesar 347 menjadi 8940  Rp/USD pada tahun 2005 dan menurn kembalimenjadi 9050 Rp/USD pada tahun 2006.Selanjutnya, untuk cadangan devisa Indonesia mengalami peningkatansecara terus menerus dari tahun ke tahun, dimana pada tahun 2002 cadangandevisa hanya sebesar 32 (USD milyar) meningkat menjadi 36,6 pada tahun 2003dan meningkat hingga mencapai 42,6 (USD Milyar) pada tahun 2006 (USDmilyar).Persentase defisit anggaran  terhadap PDB pada tahun 2002 sebesar 1,3persen meningkat menjadi 1,7 persen pada tahun 2003 dan menurun menjadi 0,5persen pada tahun 2005 kemudian meningkat kembali menjadi 0,9 persen padatahun 2006.


¨     PERKEMBANGAN TINGKAT KEMISKINAN
Jumlah dan persentase penduduk miskin pada periode 2002-2006 diIndonesia berfluktuasi dari tahun ke tahun. Jumlah penduduk miskin pada tahun2002 sekitar 38,40 juta jiwa (sekitar 25,10 juta jiwa di perdesaan, dan sekitar13,30 juta jiwa di perkotaan). Angka ini pada tahun 2003 berkurang hinggamenjadi sekitar 37,30 juta jiwa, penurunan hanya terjadi di perkotaan  yaitumenurun menjadi 12,20 juta jiwa, sedangkan di perdesaan tidak mengalamipenurunan. Pada tahun 2004 jumlah penduduk miskin mengalami penurunansekitar 1,2 juta jiwa yaitu berkurang hingga menjadi 36,10 juta jiwa (sekitar 11,40juta jiwa di perkotaan, dan sekitar 24,80 juta jiwa di perdesaan), atau berkurangsekitar sekitar 1,54 persen dari tahun 2002. Pada tahun 2005 jumlah penduduk miskin terus mengalami penurunan hingga menjadi 35,10 juta jiwa penurunanhanya terjadi di perdesaan yaitu menurun sebesat 2,1 juta jiwa sedangkan diperkotaan meningkat sekitar 1,0 juta jiwa dari tahun 2004. Pada tahun 2006jumlah penduduk miskin mengalami peningkatan hingga mencapai 39,30 jutajiwa, peningkatan terjadi di perkotaan dan perdesasan (sekitar 14,49 juta jiwa

 INFLASI DAN PENGANGGURAN
Salah satu penyakit perekonomian yang tidak dikendaki oleh setiap rezim pemerintahanmanapun adalah inflasi dan pengangguran. Inflasi akan mengurangi daya beli masyarakat, yang akan berdampak buruk pada peningkatan kesejahteraan hidup masyarakat. Pengangguran bukan hanya berdampak negatif terhadap pelemahan pendapatannasional, tetapi lebih dari itu, pengangguran yang tidak terkendali memicu konflik sosial dan kestabilan nasional.

A.Pengertian Inflasi
Inflasi adalah gejala kenaikan harga barang-barang yang bersifat umum dan terus-menerus. Dari definisi ini, ada tiga komponen yang harus dipenuhi agar dapat dikatakantelah terjadi inflasi:
•Kenaikan HargaHarga suatu komoditas dikatakan naik jika menjadi lebih tinggi daripada harga periode sebelumnya.
•BersifatUmumKenaikan harga suatu komoditas belum dapat dikatakan inflasi jika kenaikantersebut tidak menyebabkan harga-harga secara umum naik.
•Berlangsung Terus-menerusKenaikan harga yang bersifat umum juga belum akan memunculkan inflasi, jikaterjadinya hanya sesaat. Karena itu perhitungan inflasi dilakukan dalam rentang waktuminimal bulanan. Sebab dalam sebulan akan terlihat apakah kenaikan harga bersifatumum dan terus-menerus.

B.Pengangguran
Menganggur tidak sama dengan tidak bekerja atau tidak mau bekerja. Orang yangtidak mau bekerja, tidak dapat dikatakan sebagai pengangguran. Sebab jika dia mencari pekerjaan (ingin bekerja), mungkin dengan segera mendapatkannya.
Definisiekonomitentang pengangguran tidak identik dengan tidak (mau) bekerja. Seseorang barudikatakan menganggur bila dia ingin bekerja dan telah berusaha mencari kerja, namuntidak mendapatkannya. Dalam ilmu kependudukan (demografi), orang yang mencarikerja masuk dalam kelompok penduduk yang disebut angkatan kerja.Yang dihitung sebagai angkatan kerja adalah penduduk berusia 15-64 tahun dansedang mencari kerja, sedangkan yang tidak mencari kerja, entah karena harus mengurus keluarga atau sekolah, tidak masuk angkatan kerja. Tingkat pengangguran adalah persentase angkatan kerja yang tidak/belum mendapatkan pekerjaan.Untuk menghitung besarnya tingkat pengangguran cukup mudah, yaitu:Jumlah yang menganggur Tingkat pengangguran = x 100%Jumlah angkatan kerjaMenurut pendekatan pemanfaatan tenaga kerja (

  Labour Utilization Approach
angkatan kerja dibedakan menjadi tiga kelompok, yakni:1. Menganggur
(Unemployed )yaitu mereka yang sama sekali tidak bekerja atausedang mencari
pekerjaan.
2. Pengangguran Struktural 
Structural Unemployment 
Dikatakan pengangguran struktural karena sifatnya yang mendasar. Pencari kerjatidak mampu memenuhi persyaratan yang dibutuhkan untuk lowongan pekerjaanyang tersedia. Hal ini terjadi dalam perekonomian yang berkembang pesat.3.Pengangguran Musiman (
Seasonal Unemployment 
)Pengangguran ini berkaitan erat dengan fluktuasi kegiatan ekonomi jangka pendek, terutama terjadi di sektor pertanian. Misalnya, di luar musim tanam dan panen, petani umumnya menganggur, sampai menunggu musim tanam dan panen berikutnya.

C.Hubungan antara Inflasi dan Pengangguran
Hasil penelitian Profesor Philip tentang perekonomian Inggris periode 1861-1957menunjukkan adanya hubungan negatif dan non linier antara kenaikan tingkat upah /inflasi tingkat upah (
wage inflation
dengan pengangguran, seperti dalam gambar di bawah ini.Hubungan antara Tingkat Upah dan PengangguranDari gambar di atas terlihat biaya dari pengurangan tingkat pengangguran adalahinflasi (naiknya tingkat upah). Misalnya, kondisi awal yang dihadapi adalah titik B, dimana tingkat upah W
dan tingkat pengangguran UJika tingkat pengangguran ingin dikurangi menjadi U tingkat upah naik menjadi W Berarti terjadi inflasi. Seandainyayang ditargetkan adalah penurunan inflasi, secara grafis yang harus dilakukan adalahmengubah titik B ke titik C, karena W

Menghadapi Masalah Pengangguran
 Masalah ini adalah masalah yang selalu dihadapi oleh setiap perekonomian. Akan tetapi sampai dimana seriusnya masalah itu berbeda dari satu negara ke negara lain. Terdapat negara – negara yang msalah penganggurannya sangat serius. Tetapi ada pula negara yang tingkat penganggurannya sangat rendah dan hampir mendekati tingkat konsumsi tenaga kerja penuh. Gambar 5.8 ( a ) menunjukkan keseimbangan perekonomian negara yang menghadapi masalah pengangguran. Masalah ini wujud karena pengeluaran agregat AE adalah di bawah pengeluaran agregat yang diperlukan untuk mencapai tingkat konsumsi tenaga kerja penuh. ( AE). Pendapatan nasional adalah Y, yaitu nilainya di bawah pendapatan nasional potensial ( Y). Garis AB dinamakan jurang deflasi. Jurang deflasi adalah jumlah kekurangan pembelanjaan agregat yang diperlukan untuk mencapai konsumsi tenaga kerja penuh.

Perkembangan Tingkat Pengangguran 
 Tingkat pengangguran terbuka di Indonesia cenderung mengalamipeningkatan dari tahun ke tahun. pada tahun 2002 tingkat pengangguran terbukadi Indonesia sebesar 9,1 persen. Angka ini meningkat sebesar 0,2 persen dari 9,7persen pada tahun 2003 menjadi 9,9 persen pada tahun 2004, kemudian seiringdengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi tingkat pengangguran terbuka jugameningkat hingga mencapai 11,2   persen pada tahun 2005 dan menurun kembalimenjadi 10,3 persen pada tahun 2006.Selanjutnya, untuk angka melek huruf di Indonesia cenderung mengalamipeningkatan secara terus menerus dari tahun ke tahun, dimana pada tahun 2002angka melek huruf hanya sebesar 91,11 persen, meningkat menjadi 91,21 persenpada tahun 2003 dan meningkat hingga mencapai 92,45 persen pada tahun 2005dan merun kembali pada tahun 2006 hingga menjadi 91,45. Angka melek huruf ini lebih rendah bila dibandingkan dengan tahun 2004.

·         scribd.com/scribd
 Mankiw,Gregory .2006. Pengantar Ekonomi Makro ed.3 (HVS). Jakarta selatan : Salemba Empat
Dr. rer. nat. Dedi Rosadi, M. Sc. 2009. Perekonomian terbuka . jakarta : Ganesha